Opini

Nyawa Rakyat tak Semahal Tambang

Satria Tesa (Direktur Madisa Institut)

Kisah mengerikan kembali terjadi di lubang tambang illegal di NTB. Dilansir dari Regional Kompas.co, Minggu (27/3/2022), empat orang penambang emas ilegal Dusun Sukamaju, Desa Tangkampulit, Kecamatan Batu Lanteh, Kabupaten Sumbawa tewas diduga akibat kehabisan oksigen saat berada di dalam lubang galian tambang. Tewasnya warga NTB di lubang tambang illegal, bukan rahasia umum. Apalagi hal baru. Dilansir dari media massa terpecaya, sejak 2016 hingga 2022, 19 warga NTB tewas di lubang tambang. Begini rinciannya, satu warga Kabupaten Bima tewas  (2016), tiga warga Lombok Tengah tewas  (2017), tujuh warga Lombok Barat tewas(2018) dan delapan warga Kabupaten Sumbawa (2021-2022) tewas.

Puluhan warga negara itu tewas di lubang tambang yang menurut hukum negara tidak berdasarkan hukum (illegal). Fakta sosial ini menjadi preseden buruk disatu sisi sedang disisi lain menjadi ironi negara hukum. Dilubang tambang illegal yang “tidak bisa terdata”, juga tak bisa ditutup keberadaanya oleh Pemerintah dan Lembaga Penegakan Hukum, menguak tragedi tata pemerintahan, dan runyamnya penegakan hukum. Tambang illegal tersebut, membeberkan kecenderungan apatisnya (rapuhnya) tanggungjawab Pemerintah dan Lembaga Penegakan Hukum. Baik dalam tanggungjawab menjaga lingkungan hidup juga tanggungjawab mengsejahterakan masyarakat.

Membiarkan tambang-tambang itu terus dan meningkat “daya jelajah” operasinya mengkonfirmasi rapuhnya tanggungjawab tersebut. Padahal melalui “bahasa publik, Pemerintah dan Penegak Hukum di NTB nampak padu mengobral klaim yang berisi komitmen menjaga kelestarian lingkungan (baca: kelestarian hutan). Hal ini nampak telanjang pada sikap “menindak” dan menyalahkan petani secara totalitas, ditengah fakta banjir bandang yang menerjang NTB yang sepenuhnya diasosiakan karena  kerusakan hutan. Lalu  hutan rusak hanya karena petani. Sebagai contoh, Gubernur NTB beberapa waktu lalu mengatakan Petani Jagung yang merusak hutan dan Polda NTB “katanya” akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan perbuatan melawan hukum menyusul banjir bandang Bima.

Kesenjangan paradigma pemerintah tentu tidak akan terjadi jika manusianya jujur dan bicara by data. Mengutip Walhi NTB, tambang merupakan sektor dominan yang merusak hutan di NTB dengan jumlah kerusakan mencapai ratusan ribu hektare. Faktanya 100 hektare area tambang illegal di Lombok Barat sedang diupayakan Pemprov NTB untuk dilegalkan. Faktanya, di Sumbawa Aparat Penegak Hukum seperti mengejar “jam tayang” dengan menutup salah satu tambang pasca, lubang tambang membuat beberapa warga meregang nyawa.

Anomali Tambang Ilegal

Tidak menjadi rahasia umum, bahwa pertambangan melahirkan anak kandung: ketidakterbukaan informasi publik dan persekongkolan demi persekongkolan. Untuk tambang yang legal, ketidakterbukaan informasi menjadi momok, apalagi untuk tambang yang illegal. Namun melalui perpektif tewasnya puluhan warga dilubang tambang tersebut, dan beberapa riset yang tersedia, kita bisa menduga tambang illegal sudah sangat berjamur di NTB. Sebagai hipotesis, penulis ingin mengajukan klaim bahwa lokasi tambang illegal lebih banyak dan lebih luas areanya dibandingkan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR). Sekaligus mengklaim bahwa tambang illegal di NTB cenderung meningkat.

Merujuk laporan NTB Satu Data, berdasarkan sumber data dari Kabupaten/Kota di NTB menyatakan bahwa pada tahun 2019 hanya ada 7 dokumen IPR dengan luas lahan mencapai 32 hektare area. IPR ini kemudian menjadi 5 dokumen pada tahun 2021 dengan luas lahan mencapai 27 hektare area. Pertanyaannya berapa jumlah lokasi dan luas lahan tambang illegal di NTB? Tidak peduli apakah tambang itu berada didalam Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP), diluar WIUP atau berada didalam atau diluar kawasan hutan negara. Pemprov NTB sebaiknya mermbuka data-datanya. Masalahnya, mengapa justru IPR menurun sedangkan tambang illegal meningkat? Padahal melalui ketentuan perundang-undangan juga analisis dampak, IPR tentu sangat baik dampaknya dibanding tambang illegal.

Jelasnya fakta  tambang illegal atau penambang tanpa ijin adalah masalah serius. Hal ini sesuai dengan data Kementerian ESDM yang menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 2.471 lokasi, baik berupa mineral juga batu bara yang illegal. Jumlah itu tersebar di 477 titik yang berada diluar WIUP, 132 titik berada  didalam WIUP dan sebanyak 2.132 tidak terdata.

Sampai hari Pemerintah di NTB masih tak berdaya dan “hemat bicara” menyikapi tambang illegal. Penulis menduga dalam barang yang bernama tambang illegal telah menjadi bisnis gelap dan pasar gelap manusia-manusia yang berpengaruh dan memakai “baju” kebesaran negara. Merujuk pemikiran pengamat Pembangunan Perdesaan, Muktasam dalam tulisannya, “Penambang Emas Illegal Ancaman Bagi NTB” yang dimuat di Investor.id (2019) kegiatan tambang illegal tersebar di Sumbawa, Sumbawa Barat, Lombok Barat dan Lombok Tengah. Keberadan tambang tersebut, melibatkan berbagai aktor yang bukan saja sebagai individu dan kelompok sosial melainkan suatu jaringan yang kompleks dan rumit. Studi awal yang dilakukan Tim Universitas Cornell Amerika Serikat dan Univesitas Mataram mengkonfirmasi fakta ini.

“Bahwa, penambang berhubungan dengan pemilik modal, penyelundup bahan kimia, oknum penegakan hukum serta pihak lain yang memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan uang dari penambang. Pihak itu dianggap “pendukung dan pelindung” para penambang. Bahkan ada oknum penegak hukum yang terlibat menjadi pemilik tambang emas.”

Menurut Muktasam bahwa, pada tahun 2019, jumlah pemilik gelondongan “tambang illegal” di Kabupaten Sumbawa mencapai 439 orang yang tersebar di 25 Desa.  Tambang illegal tersebut, merusak lingkungan hidup. Hal tersebut sesuai kenyataan penambang, menggunakan bahan-bahan berbahaya lainnya seperti sianida dan karbon, yang dimanfaatkan dalam mengolahan emas menggunakan tong yang merusak air dan tanah. Dari sisi kesejahteraan justru menguak anomali (kesenjangan). Penelitian yang dilakukan Universitas Mataram di Sekotong, Lombok Barat dan Taliwang Sumbawa Barat menunjukan bahwa, para penambang yang dulu pernah berjaya karena mendapatkan uang dengan mudah dari emas ilegal, kini jatuh miskin dan menjadi pemulung, dan bahkan sakit-sakitan. (Muktasam, Investor.id).

Sekali lagi berapa jumlah lokasi dan luas tambang illegal di seluruh NTB?

NTB Gemilang Dengan Tambang Illegal?

Salah satu visi strategis Gubernur dan Wakil Gubernur NTB (NTB Gemilang) itu NTB asri dan lestari. Melalui visi itu Pemprov NTB membentuk Perda Perlindungan Hutan. Melalui visi itu Pemprov diskreditkan petani dibalik kerusakan hutan. Namun sayang visi itu kehilangan “seni berfikir” dan “seni bertindak” ketika urusannya tambang illegal. Jangankan merumuskan kebijakan publik untuk menindak penambang illegal, Pemrov NTB nampak tutup mulut menyikapinya. Padahal dari dampak yang ditimbulkan tambang illegal tidak bisa menggemilangkan NTB.

Dalam berbagai penelitian, termasuk salah satunya penelitian itu dilakukan di Lombok Barat, Tambang Illegal secara umum mempunyai dampak fisik dan non-fisik yang berbahaya untuk kelangsungan hidup manusia. Dampak fisiknya, merusak ekosistem lingkungan hidup, Kedua, adalah pencemaran tanah dan air sungai, ketiga keselamatan kerja (telah banyak menimbulkan banyak korban, meninggal atau luka), dan keempat penyebaran penyakit. Sementara dampak non fisik, pertama, Pemerintah Daerah kehilangan pendapatan dari sektor pertambangan dan rusaknya iklim investasi. (Alva Viere dkk, dalam jurnal,Penanggulangan Penambangan Emas Illegal).

Secara filosofis, tambang illegal dengan seluruh kompleksitasnya, membeberkan buruknya kebijakan publik, lebih khusus terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Daerah. Lebih jauh lagi, tambang illegal menggerogoti wibawah pemerintah daerah yang pada saat bersamaan “menguji” integritas dan akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemerintah. Tambang Illegal juga mengerogoti norma yang pada saat menguji loyalitas alat-alat negara. Bisakah negara menjaga rumahnya dengan baik dari penjarah? Bukankah dalam konstitusi disebutkan tegas, bahwa Bumi air dan seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Penambang illegal dengan seluruh penyokong dan pelindungnya merampas kewenangan negara pada satu sisi dan merusak tujuan negara pada sisi lainnya. Demi hukum dan wibawah pemerintah juga wibawa lembaga penegakan hukum, seluruh tambang illegal di NTB harus ditindak dengan tegas. Negara tidak boleh kalah melawan mafia tambang illegal. Negara tidak boleh membiarkan nyawa rakyatnya lagi tewas dilubang tambang. Sudah saatnya meski terlambat, untuk berlaku adil. Bahwa jika itutambang illegal bisnis “orang besar” dari berbagai pihak, maka berbagai pihak yang punya otoritas dan tanggungjawab berrhimpun dan bersinergi menyelesaikannya. Tidak etis visi NTB asri dan lestari diwujudjan dengan sikap hipokrit. Tidak etis penegakan hukum harus melihat “ini bulu apa”, untuk menentukan norma ditegakkan atau tidak. Kita percaya oknum tidak lebih besar dari Lembaga yang menampungnya. Tidak ada cahaya di LUBANG TAMBANG ILLEGAL.

Mataram 9 Mei 2022

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button