Lombok Tengah (NTB Satu) – Warga Dusun Bunut Desa Kuta Kecamatan Pujut, Lombok Tengah satu per satu membongkar bangunan yang ada di dalam area Sirkuit Mandalika.
Mereka sebelumnya “terkurung” di area sirkuit saat WSBK dan IATC digelar akibat belum tuntasnya penyelesaian pembayaran lahan. Pindah tempat tinggal setelah menerima uang pengganti biaya dari PT. ITDC.
Warga Bunut adalah 42 Kepala Keluarga (KK) yang masih bertahan di jantung kawasan Sirkuit Mandalika, persis di sisi kanan tikungan 8 trek balapan.
Pantauan langsung ntbsatu.com, Senin 20 Desember 2021, warga secara manual dan gotong royong membongkar bangunan tempat tinggal mereka. Seperti gardu, dapur, hingga bangunan inti rumah.
Kampung itu pun mulai tampak lengang. Dari 42 KK, hanya tersisa sekitar 5 KK yang masih beres beres pagi itu.
Sepeda motor dan mobil pikap dipakai mengangkut barang barang yang masih bisa dipakai untuk bangunan di area baru. Warga diketahui pindah ke tiga titik. Sengkol, Mertak dan Hijrah. Khusus Kampung Hijrah disediakan ITDC sebagai area relokasi sementara.
Syukur, 50 tahun, salah satu warga yang ditemui, mereka sudah menerima uang sebesar Rp 15.000.000 dari PT. ITDC untuk biaya bongkar dan pindah rumah.
Ia dan warga yang menempati lahan seluas 1,8 hektar di sana tidak punya pilihan selain harus pindah. “Karena sudah dikasi uang pindah, ya harus pindah,” kata Syukur.
Syukur termasuk diantara 42 KK yang menempati 9 bidang lahan milik warga lain. Dimana, warga pemilik lahan sudah menerima biaya ganti rugi dari pemerintah.
Tidak ada tuntutan apapun, karena statusnya adalah menumpang di lahan orang lain. “Ya kalau sudah dikasi Rp 15.000 ya pindah, karena bukan pemilik kan. Pemilik sudah diganti sama pemerintah,” ujarnya.
Amaq Mayep salah satu KK yang pindah dari lokasi tersebut. Ia termasuk yang menempati Kampung Hijrah. “Saya belum ada tanah, ndak ada warisan untuk tempat tinggal baru. Jadi numpang dulu di kampung Hijrah,” kata Mayep dalam bahasa Sasak.
Kesepakatan pindah warga selain disertai ganti rugi aset juga tumbuhan di sekitar rumah. Hal sama dilakukan Amaq Asih (52), sibuk bongkar bongkar rumah dan bangunan lainnya. Meski begitu, ia sedikit protes, karena hanya menerima Rp 10.000.000, sementara rumahnya merupakan bangunan permanen. Selisih Rp 5.000.000 dibanding rumah gubuk.
“Tapi mau bilang apa, ya segitu dikasi,” ujarnya pasrah.
Namun yang belum diterimanya adalah ganti rugi pohon kelapa sebesar Rp 2.000.000 per pohon. Di atas sebidang lahan yang ditempatinya, tumbuh 70 pohon. Menurut istrinya, Inaq Asih, belum akan pindah sampai uang pengganti pohon diberikan.
“Sementara kami cicil dulu bongkar, sambil tunggu uang ganti pohon kelapa,” akunya.
Pindah Setelah Dilunasi
Diketahui, pembayaran terhadap sembilan bidang tanah untuk sembilan orang itu, dilakukan pada Kamis 25 November 2021 lalu. Pembayaran dilakukan oleh pihak ketiga difasilitasi Pemprov NTB.
Salah satu penerima adalah Latif, pemilik lahan seluas 13,45 are, dari total luas sembilan bidang lahan mencapai 1,8 hektar.
Pembayaran yang diterima meliputi lahan dengan harga Rp 65 juta per are, rumah termasuk warga nonpemilik lahan yang tinggal di sana senilai Rp 15 juta per unit, pohon kelapa Rp 2 juta per batang. Latif juga menerima penggantian mushala sebesar Rp 100 juta. (HAK)