Mataram (NTB Satu) – Aksi unjukrasa dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf berakhir ricuh, Kamis (21/10). Mahasiswa terlibat dipukul mundur Polisi hingga menyebabkan beberapa mahasiswa luka luka.
Aksi dimulai sekitar Pukul 10.00 Wita di depan gerbang DPRD NTB. Kericuhan terjadi ketika mahasiswa mewarnai aksinya dengan bakar ban nekas.
Saat yang bersamaan massa menyampaikan orasi menuntut dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf menimbulkan reaksi dari aparat Polresta Mataram yang mengawal aksi.
Massa pun dipukul mundur dan dibubarkan paksa. Dalam situasi gaduh itu, beberapa mahasiswa terkena pentung. Salah satunya, bernama Wawan. Bagian kepalanya bocor hingga dilakukan perawatan oleh teman temannya.
“Tiga kader HMI alami luka-luka, satu terparah, alami luka robek pada bagian kepala,” kata Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Dwi Alan Ananami Putra.
Ia mengaku menyanyangkan sikap aparat kepolisian dengan bertindak represif terhadap massa aksi. Menurutnya tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan.
Ia mengulas, demo yang dilakukan HMI Cabang Mataram itu, menyambut dua tahun kepemimipinan Jokowi-Ma’ruf. Hastag Rapor Merah dua tahun Kabinet Indonesia Maju dinilai alami kemunduran.
Ia mengutip janji kampanye pada pemilu 2019 lalu, ditegaskan bahwa lima tahun ke depan Jokowi-Ma’ruf akan menuntaskan segala jenis masalah, mulai dari kemiskinan, pembangunan, pendidikan.
“Saya mengutip peryataan Jokowi. Yang kira-kira begini penyampaiaanya, ‘mohon maaf, saya sudah enggak ada beban. Saya sudah enggak bisa nyalon lagi. Jadi apa pun yang terbaik untuk negara
akan saya lakukan’,”ungkap Alan Ananami mengutip peryataan Jokowi saat kampanye lalu saat menyampaikan orasinya.
Namun kalimat kalimat itu, termasuk program program pemerintahan menurutnya tidak bisa dibuktikan.
Pj. Ketua Umum HMI Cabang Mataram, Pahri Rahmat mengatakan salah satu kegagalan itu adalah Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Kata dia Undang-undang tersebut sangat eksploitatif dan berpihak kepada majikan pengeruk keuntungan yang bekerja di belakang layar, tanpa kejelasan dan kepastian.
Dengan sejumlah kajian yang
dilakukan oleh akademisi dan guru besar berkesimpulan sama, bahwa Undang-undang ini berpotensi meningkatkan eksploitasi, cacat dan sarat akan kepentingan.
“Bisa kita lihat apa yang terjadi di Kepemimpinan hari ini,”cetusnya.
Belum lagi kasus kekerasan, tercatat 402 orang jadi korban kekerasan brutal aparat saat melakukan aksi demonstrasi.
“Hak Asasi Manusia tidak ada harganya di jaman sekarang semuanya omong kosong,” ucapnya.
Sementara Kasubag Humas Polres Mataram, Iptu Erny Anggraeni yang dikonfirmasi belum bisa menjawab. Ia akan mengkonfirmasi Kabag Polres Polres Mataram sebagai pengendali lapangan saat aksi. (HAK)