Mataram (NTBSatu) – Pasangan calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Mataram Nomor Urut 01, H. Lalu Aria Dharma – H. Weis Alqurnain (AQUR), mulai menunjukkan taringnya jelang pencoblosan, 27 November 2024.
Pelan tapi pasti, begitulah AQUR, sang penantang petahana dalam Pemilihan Wali Kota Mataram.
Awalnya, banyak yang memandang sebelah mata terhadap pasangan tersebut. Namun, di detik-detik menjelang pencoblosan, nama AQUR justru semakin berkibar.
Direktur Eksekutif MAC Project, Dr. Yan Marli menilai, fenomena ini menggambarkan pergeseran besar dalam dinamika politik lokal.
“Fakta di lapangan jelas menunjukkan antusiasme masyarakat. Terutama, di level akar rumput. Dukungan kepada AQUR datang dari berbagai elemen. Mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga pemuda. Ini adalah sinyal kuat, masyarakat menginginkan perubahan signifikan,” nilai Yan Marli, Sabtu, 23 November 2024.
Menurut Yan Marli, pasangan AQUR sangat gigih merebut simpati masyarakat Kota Mataram. Hingga kini, posisi mereka semakin kuat dan terdengar semakin kencang untuk menggeser petahana dari singgasananya.
Buktinya, hampir di semua sudut kampung terdengar hiruk-pikuknya suara-suara menyebut AQUR. Hal ini bisa jadi karena tagline yang diusung AQUR, yaitu membangun Kota Mataram dari Kampung.
“Simpul-simpul pemilih seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan lain-lain yang jarang bersuara, kini mulai terdengar. Sayup-sayup mengalihkan dukungannya ke AQUR,” ungkapnya.
Kondisi ini menggambarkan, fakta akan mengalahkan data yang selama ini menjadi sumber analisis berbagai lembaga survei . Yang mana mengunggulkan petahana.
Bila memperhatikan uletnya kerja Tim AQUR yang masif dan terukur, serta sambutan masyarakat terutama pada level grass root yang memginginkan perubahan, sulit rasanya mencari argumen untuk tidak mengunggulkan AQUR sebagai pemenang Pilkada Kota Mataram.
“Tentu fenomena ini sungguh sangat menarik untuk kita tunggu hasilnya. Atmosfir yang sangat menarik ini juga didukung asumsi publik bahwa petahana sulit terkalahkan. Karena, popularitas yang mencapai 90 persen lebih,” jelasnya.
Popularitas Tak Bisa Kurang 80 Persen
Namun menjadi catatan, dalam teori survei, popularitas menang paslon tidak boleh kurang dari 80 persen. Bila kurang, maka sulit untuk bisa menang. Tentunya, popularitas bukan satu-satunya alat ukur untuk berani memastikan kemenangan. Tapi harus dengan tingkat kepuasan minimsl 60 dan elektabilitas minimal 50 persen.
“Bila ketiga variabel ini tidak berjalan simetris, maka sekalipun petahana sangat mungkin untuk dikalahkan. Lebih-lebih dalam konteks head to head seperti saat ini,” terangnya.
Faktor head to head, lanjut Yan, sebenarnya bisa terlihat dari sistem pemilu yang dipergunakan dalam menentukan paslon terpilih. Adalah paslon yang memperoleh 50+1 suara. Sistem ini dikenal dengan istilah mayotitas absolut.
Namun, bila paslon lebih dari dua, maka sistem yang akan berlaku, yaitu paslon dengan perolehan terbanyaklah yang akan menjadi paslon pemenang.
Kesimpulannya, kata Yan, dengan memperhatikan faktor-faktor seperti jumlah paslon yang hanya dua, sistem pemilu yang akan dipergunakan untuk menentukan paslon pemenang secara masif dan terukurnya kerja tim.
“Pilkada Kota Mataram akan melahirkan kejutan yang paradoks dengan data-data hasil survei lembaga. Survei seperti yang pernah terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Di mana keunggulan petahana yang sejak awal berdasarkan hasil survei, rontok dalam dua minggu sebelum hari pecoblosan,” pungkas Yan. (*)