Mataram (NTB Satu) – Kecelakaan saat bekerja kerap kali terjadi pada sektor rokok dan tembakau. Oleh karena itu, memahami keselamatan dan risiko kerja pada bidang rokok dan tembakau mesti diketahui.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) berkepentingan untuk selalu memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja dan keberlangsungan dunia usaha atau industri, termasuk petani, pekerja, dan pelaku usaha pertembakauan. Gede mengungkapkan pihaknya terus berupaya untuk melakukan yang terbaik.
“Jangankan perusahaan baru atau sektor UMKM, pada perusahaan yang besar dan telah stabil pun kerap terdapat kecelakaan kerja. Oleh karena itu, tetap diperlukan sosialisasi, sebab kita semua memang penuh dengan kelalaian-kelalaian. Jangan pernah menganggap remeh suatu hal kecil,” ungkap Gede, pada Sosialisasi Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Tempat Kerja, Hotel Lombok Plaza, Rabu 26 Oktober 2022.
Menurut Gede, apabila keselamatan dan risiko kerja tidak dipahami, maka itu akan sangat berbahaya. Terdapat risiko jangka pendek berupa kecelakaan, juga terdapat risiko jangka panjang berupa terganggunya kesehatan tubuh. Oleh karena itu, Gede meminta kepada seluruh balai kesehatan tenaga kerja agar membuat para pekerja makin peduli akan keselamatan dan kesehatan selama bekerja.
“Harus lebih sering turun dan berinteraksi langsung dengan para pekerja. Perusahaan jadi maju, dan para pekerja mendapat perlindungan keselamatan yang baik,” ujar Gede.
Sosialisasi Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Tempat Kerja diketahui didanai oleh Dana Bagi Hasil Cuka Hasil Tembakau (DBHCHT). Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu 40 persen untuk kesehatan, kemudian 50 persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk 30 persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan 20 persen pemberian bantuan) serta 10 persen untuk penegakan hukum.
Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal
Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.
Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut :
Dalam Pasal 54 “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar”.
Dalam Pasal 56 “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Bagaimana mengenal rokok ilegal?
Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.
Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai illegal, maka disarankan hentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)