Ekonomi Bisnis

Inflasi 1,02 Persen di Mataram: Harga Naik, Daya Beli Melemah, Ekonomi Lesu

Mataram (NTBSatu) – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Mataram, mencatat inflasi year on year (y-on-y) sebesar 1,02 persen pada Januari 2025. Dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 106,29.

Meski tampak moderat, tren ini mengindikasikan kenaikan harga yang merata di hampir semua sektor pengeluaran masyarakat.

Kepala BPS Kota Mataram, Mohammad Reza Nugraha Kusumowinoto menyampaikan, dari sebelas kelompok pengeluaran, sembilan mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan.

“Kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang melonjak hingga 7,91 persen. Diikuti oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau (5,11 persen),” ujarnya.

Sementara itu, sektor penyediaan makanan dan minuman/restoran naik 2,62 persen. Kenaikan tersebut berpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi.

IKLAN

Kenaikan lainnya terjadi pada kelompok kesehatan (1,59 persen), pendidikan (1,57 persen), pakaian dan alas kaki (1,50 persen). Serta rekreasi, olahraga, dan budaya (0,73 persen).

Sektor transportasi juga mengalami kenaikan (0,58 persen), yang bisa berdampak pada biaya logistik dan harga barang secara keseluruhan.

Namun, ada dua kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan harga, yaitu kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan (-0,97 persen). Serta kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang turun drastis hingga 9,12 persen.

Menariknya, meski mengalami inflasi tahunan, Kota Mataram justru mencatat deflasi month to month (m-to-m) sebesar 0,66 persen pada Januari 2025. Yang juga menjadi tingkat deflasi year to date (y-to-d) di bulan yang sama.

Tantangan Kebijakan dan Langkah Antisipasi

Menurut Pengamat Ekonomi dari Universitas Mataram, Dr. Firmansyah, inflasi tahunan sebesar 1,02 persen masih tergolong wajar. Namun, ia menyoroti bahwa lemahnya permintaan masyarakat di awal tahun menandakan kurangnya gairah di dunia usaha.

“Kebutuhan awal tahun konsumen nampaknya belum cukup tinggi, tapi kemungkinan menjelang bulan Ramadan harga akan kembali meningkat,” ujarnya pada NTBSatu, Rabu, 5 Februari 2025.

Deflasi ini bisa disebabkan oleh dua faktor utama. Tekanan ekonomi yang menurunkan daya beli masyarakat, menyebabkan permintaan terhadap barang dan jasa menurun.

Kemudian faktor musiman, harga barang dan jasa cenderung turun sementara sebelum meningkat kembali dalam beberapa bulan ke depan.

Di tengah dinamika harga yang fluktuatif ini, Firmansyah menekankan, pemerintah daerah perlu mencermati bagaimana tren harga ke depan. Serta, mengambil langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi.

“Tim pengendali harga harus memberikan perhatian khusus pada deflasi tajam di sektor perumahan, air, dan listrik. Karena ini bisa mencerminkan menurunnya konsumsi rumah tangga akibat tekanan ekonomi,” tandasnya.

Selain itu, dengan harga makanan dan jasa yang terus meningkat, kebijakan stabilisasi harga bahan pokok dan subsidi energi perlu dipertimbangkan. Agar daya beli masyarakat tetap terjaga.

Jika tidak, ada risiko stagnasi ekonomi yang lebih dalam di Mataram pada bulan-bulan mendatang. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button