Mataram (NTBSatu) – Harga cabai rawit merah di Kota Mataram terus meroket. Jika awal tahun 2025 masih di kisaran Rp90 ribu per kilogram, kini harganya menyentuh Rp170 ribu per kilogram.
Kenaikan ini membuat pedagang dan pelaku usaha kuliner menjerit, terlebih memasuki bulan Ramadan. Seperti Parman, pemilik usaha ayam geprek yang sangat bergantung pada cabai sebagai bahan utama.
Di Pasar Pagesangan, tempat langganannya membeli bahan baku, harga cabai rawit merah yang sebelumnya Rp120 ribu per kilogram kini menembus angka Rp170 ribu per kilogram.
Kenaikan ini benar-benar menghantam pengusaha seperti Parman yang membutuhkan 5-6 kilogram cabai setiap harinya.
“Biasanya buat beli cabai paling keluar Rp200 ribu sehari. Sekarang harus siap dana Rp600 ribu sampai Rp700 ribu. Itu baru buat cabai, belum bahan lain kayak minyak yang juga naik terus,” keluh Parman, Senin, 3 Maret 2025.
Pedagang Gelisah, Solusi tak Kunjung Jelas
Awal tahun 2025, harga cabai di Mataram sudah cukup tinggi, sekitar Rp90 ribu per kilogram. Menjelang Ramadan, harga naik ke Rp120 ribu, lalu meroket lagi. Kondisi ini membuat banyak pedagang was-was.
“Harga segitu udah nggak masuk akal. Kalau nggak segera ada tindakan, banyak yang bakal gulung tikar. Lebih cepat dari yang diperkirakan,” ujar Parman, berharap ada solusi dari pemerintah.
Menurut pedagang di Pasar Induk Bertais, Herman penyebab kenaikan ini akibat stok yang menipis karena gagal panen.
“Cuaca buruk, hujan terus-terusan bikin banyak petani gagal panen. Sebagian juga mungkin dikirim ke Jawa buat cari untung lebih,” katanya.
Di pasar tradisional, harga cabai kini berkisar antara Rp110 ribu hingga Rp115 ribu per kilogram, sedikit lebih rendah dari pasar induk. Namun, tetap saja bagi pedagang kecil, angka ini terlalu berat untuk ditanggung.
Pemerintah Siapkan Operasi Pasar, Pedagang Harap Impor
Kepala Dinas Perdagangan Kota Mataram, Uun Pujianto meminta masyarakat tidak panik. Pihaknya telah memastikan stok cabai masih tersedia meskipun jumlahnya terbatas.
Dinas Perdagangan Kota Mataram pun berencana mengadakan pasar rakyat selama Ramadan dan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menggelar operasi pasar.
“Kami terus berupaya, semoga cuaca membaik supaya petani bisa panen lebih banyak. Operasi pasar juga bakal digencarkan biar masyarakat tetap bisa beli dengan harga wajar,” ujar Uun.
Namun, bagi Parman dan pedagang lainnya, itu belum cukup. Mereka berharap jika pasokan lokal tak bisa memenuhi kebutuhan, impor cabai dari luar bisa jadi solusi.
“Daripada harga makin gila-gilaan, mending kita impor aja. Kalau enggak, usaha kecil kayak kami yang jadi korban,” tegasnya.
Sementara solusi jangka panjang masih digodok, para pedagang terus berjuang bertahan di tengah badai harga.
Yang jelas, hingga saat ini, pedasnya harga cabai masih jauh lebih menyengat daripada pedasnya ayam geprek Parman. (*)