Mataram (NTBSatu) – Pemprov NTB melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB berharap isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa dapat segera diselesaikan pemerintah pusat.
Bila isu ini terus bergulir dan tidak ada penyelesain, dapat mempengaruhi angka rata-rata dan harapan lama sekolah di NTB.
“Walaupun kampus itu punya otonomi, saya juga bertanggung jawab atas lamanya siswa dan mahasiswa di NTB mengenyam pendidikan. Karena tolak ukur Kepala Dinas Dikbud itu bekerja untuk angka rata-rata dan harapan lama sekolah. Jadi, jangan sampai kenaikan UKT itu memberatkan dan membuat mahasiswa kita tidak bisa melanjutkan perguruan tinggi,” tegas Kepala Dinas Dikbud NTB, Dr. H. Aidy Furqan, Minggu, 19 Mei 2024.
Dirinya mengatakan, pemerintah pusat sebaiknya melihat sisi mana yang dapat diharmonisasi, antara kebijakan yang dikeluarkan perguruan tinggi dengan kompetensi mahasiswa agar bisa melanjutkan pendidikannya.
“Saya sangat tetap berharap mahasiswa kita ini tidak ada hambatan dalam menyelesaikan studinya. Apapun kebijakannya, harapannya tidak menyebabkan persoalan bagi mahasiswa dan civitas kampus,” ungkap Aidy.
“Saya yakin itu (kebijakan kenaikan UKT mahasiswa) adalah ikhtiar dari pemerintah pusat untuk semakin meningkatkan layanan pendidikan,” tambahnya.
Berita Terkini:
- Gubernur NTB Nilai Satgas PPKS di Ponpes tak Urgen, Aktivis Anak: Justru Itu yang Belum Ada
- PPATK Sebut Korupsi dan Narkotika Jadi Kejahatan Tertinggi Tindak Pidana Pencucian Uang
- Sidang Perdana Gugatan Mobil Esemka dan Ijazah Digelar Besok, Jokowi Bakal ke Vatikan?
- Hakim Jatuhkan Vonis Dua Terdakwa Korupsi KUR BSI Petani Porang
- LIPSUS – Jalan Mundur Layanan Kesehatan NTB
Pihaknya juga sedang berusaha membangun kerja sama kepada seluruh perguruan tinggi di NTB, agar memberikan jalur afirmasi kepada mahasiswa yang berada di zona-zona tertentu. Hal ini diupayakan agar semakin banyak lulusan SMA sederajat di NTB yang bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
“Saya dengan beberapa perguruan tinggi telah berusaha membangun koneksi dan meminta agar ada jalur afirmasi, setidaknya 10 persen dari jumlah siswa yang berada di zona tersebut. Karena kalau mereka bersaing melalui jalur penerimaan yang sudah ada, tidak mampu,” ujar Aidy.
Sehingga perlu adanya jalur afirmasi ini untuk zona-zona tertentu saja. Misalnya, bagi siswa tamatan SMA sederajat di wilayah Bayan dan Tambora.
“Jangan suruh anak Tambora bersaing dengan anak Mataram, tidak akan bisa. Anak Bayan jangan disuruh bersaing dengan anak-anak Kota/Kabupaten, susah bersaingnya. Kalau ada jalur afirmasi ini, mereka akan bangga bisa menembus perguruan tinggi,” tandas Aidy. (JEF)