Mataram (NTBSatu) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mendorong pembentukan Satuan Tugas (Satgas) untuk persoalan tambak di NTB. Ego sektoral disebut menjadi “dasar” tak adanya solusi konkret permasalahan tambak.
Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria menjelaskan, Satgas itu nantinya akan fokus menangani persoalan tambak. Mulai lintas kabupaten hingga provinsi. Hal itu masuk dalam rapat koordinasi tata kelola tambak di Gedung Graha Bhakti Praja Setda Provinsi NTB.
“Nanti itu (Satgas) lintas sektoral sifatnya. Dari kabupaten, provinsi. Bagusnya lagi ada lembaga vertikal juga, masuk pajak, BPN, jadi biar terpadu, kami dukung itu,” katanya, Kamis, 27 Februari 2025.
Pembentukan Satgas juga sebagai solusi adanya ego sektoral antara pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi.
“Apakah dibalik itu ada cincai juga? Ya, kalau pun ada, sudahkan saja, stop itu. Sekarang, kami hanya pastikan semua pihak patuh dengan kesepakatan rapat tadi,” tegasnya mengingatkan.
Menurutnya, efisiensi anggaran tidak mempengaruhi pembentukan Satgas. Karena memang tidak mesti mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah daerah.
“Keberadaan Satgas ini nantinya tidak harus ada honor juga, ‘kan sekarang efisiensi. Ini arahnya tidak ke sana, pesannya untuk bersinergi. Tetapi, kalau bisa semua bersinergi dengan baik, tidak perlu satgas-satgasan,” bebernya.
Minta Pelaku Usaha Rampungkan Izin
Selain soal Satgas, rapat itu juga menyepakati akan memberikan waktu enam bulan kepada para pelaku usaha tambak di NTB. Mereka harus merampungkan segala perizinan usaha. Terhitung sejak 10 Maret 2025 mendatang.
Jika para pengusaha tidak segera membereskan, sambung Dian, mereka harus berhenti beroperasi tambak.
Selain itu, Kasatgas Korsup Wilayah V KPK juga mengungkap, ratusan pelaku usaha di NTB yang belum melengkapi izin berusaha. Persentasenya mencapai 90 persen dari 508 tambak.
Sebagian besar di antara mereka tidak mengelola limbah dengan baik. “Seperti di Lombok Timur itu ada tambak intensif, luas lahan seratus hektare lebih yang langsung buang limbah ke laut,” jelasnya.
Adapun persoalan izin tersebut berkaitan dengan Air Laut Selain Energi (ALSE). Kemudian Sertifikat Laik Operasi (SLO), persetujuan teknis, dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Mereka nantinya akan menginput data ke sebuah dasbor berbasis parsial. “Dikelola secara terpadu,” kata Dian.
Data yang terhimpun dalam dasbor, lanjutnya, bisa menjadi acuan Pemda untuk menghitung pajak pendapatan daerah maupun tingkat produksi usaha tambak di NTB. (*)