Lombok Timur

Kapolres Lotim Komentari Lapas Dipenuhi Napi Narkoba

Lombok Timur (NTBSatu) – Jumlah narapidana atau napi narkoba mendominasi Lapas Kelas II Selong saat ini. Hal itu memancing komentar Kapolres Lombok Timur (Lotim), AKBP Hariyanto.

Menurutnya, hal itu mengindikasikan bagusnya kinerja pengentasan narkoba di Lombok Timur oleh pihak Polres Lombok Timur pada 2024.

“Ini bukti keseriusan Polres Lotim memerangi narkoba,” kata Hariyanto pada Rabu, 12 Juni 2024 kemarin.

Namun, ia menyebut persoalan narkoba di Kabupaten Lombok Timur saat ini mulai mengkhawatirkan. Ia berharap adanya kolaborasi dari berbagai pihak dalam upaya pengentasan kasus narkoba yang dapat mengancam masa depan generasi bangsa saat ini.

“Bagi masyarakat, kalau masalah narkoba kita harus bersama, bukan tugas kepolisian saja. Jika mengetahui atau melihat ada pengguna narkoba, segera lapor ke Polres,” ucap Hariyanto.

Diketahui, saat ini jumlah warga di Lapas Selong telah over kapasitas, yaitu mencapai 412 warga binaan. Padahal kapasitas ideal Lapas Kelas IIB Selong hanya 136 warga binaan.

Over kapasitas itu sebetulnya sudah terjadi sejak cukup lama. Namun pada tahun ini telah terjadi lonjakan jumlah warga binaan dari yang sebelumnya 382 orang pada 2023.

Berita Terkini:

Hal itu disampaikan Kepala Lapas Selong, Ahmad Sihabuddin. Ia mengatakan sebagian besar warga binaan tersebut merupakan residivis atau narapidana yang berulang.

Sementara itu, dari total 412 warga binaan, 331 di antaranya merupakan narapidana. Lalu sisanya adalah tahanan.

“Dari 331 narapidana, 100 di antaranya itu merupakan residivis,” kata, Ahmad Sihabuddin pada Selasa, 11 Juni 2024.

Lalu dari keseluruhan narapidana itu, kata Sihabuddin, 172 di antaranya merupakan napi narkoba.

Hal senada juga disampaikan Kasi Humas Lapas Selong, Ahmad Saepandi. Ia mengatakan over kapasitas itu juga menyebabkan peningkatan jumlah kunjungan penjenguk.

Meski begitu, lanjut Saepandi, pihaknya masih dapat mengontrol kunjungan tersebut. Di mana pihaknya membatasi kunjungan, yaitu hanya memperbolehkan keluarga inti dari warga binaan.

“Kenapa bukan keluarga lain, takutnya ada indikasi pelanggaran. Dalam artian penyelundupan barang terlarang seperti handphone, sajam, dan lainnya,” kata Saepandi. (MKR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button