Mataram (NTBSatu) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan ketentuan terkait dengan penilaian repayment capacity yang wajib dilakukan sebelum memfasilitasi pendanaan kepada Penerima Dana. Hal tersebut berdasarkan SEOJK 19/2023 tentang penyelenggaraan LPBBTI.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman, mengatakan, hal itu menanggapi permasalahan mengenai maraknya anak muda yang belum punya penghasilan, namun terlilit hutang pinjaman online (pinjol)
“Saat ini OJK telah menetapkan ketentuan terkait dengan penilaian repayment capacity yang wajib dilakukan sebelum memfasilitasi pendanaan kepada Penerima Dana,” kata Agusman, dikutip dari Kompas.
Adapun beberapa aspek yang dicek antara lain jumlah pinjaman dibandingkan dengan penghasilan dari penerima dana. Selain itu juga, dilakukan pembatasan terhadap jumlah pinjaman yang dapat diajukan terhadap penyelenggara fintech P2P lending.
“Dengan adanya ketentuan tersebut, seharusnya sudah tidak terdapat penerima dana yang tidak memiliki penghasilan yang dapat menerima pendanaan (pinjaman) pada fintech P2P lending,” ujarnya.
Berita Terkini:
- Lima Siswa SD di Lombok Tengah Diduga Keracunan MBG
- Sesalkan Pernyataan Prof. Asikin, Maman: Audit Investigasi Dulu, Jangan Langsung Bicara Pansel
- Dibantai 6-0 di Liga 4 Nasional, Persidom Dompu Diolok-olok Netizen
- Dukung Interpelasi DAK, Demokrat–PPR Lawan Arus di DPRD NTB
Kemudian, terkait dengan batasan usia, tetap mengacukan terhadap ketentuan perikatan sebagaimana diatur dalam KUH Perdata.
Selanjutnya, apabila penerima dana sudah tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran, maka penerima dana dapat mengajukan permohonan restrukturisasi terhadap penyelenggara fintech P2P lending.
“Restrukturisasi dapat dilakukan dalam hal permohonan restrukturisasi telah disetujui oleh Pemberi Dana selaku kreditur,” pungkasnya. (WIL)