Mataram (NTB Satu) – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Drs. Wahyudin, MM mengungkapkan, basis penduduk yang miskin ekstrem berada di sektor utama, yaitu pertanian.
Pertanian yang dimaksud adalah pertanian dalam arti luas, mencakup pertanian tanaman pangan, pertanian tanaman hortikultura, pertanian perkebunan, pertanian peternakan, dan pertanian kelautan perikanan.
Kemiskinan pada basis sektor unggulan ini pun sempat mendapat kritikan pedas dari Anggota DPRD NTB, Hairul Warisin. Pada kegiatan Workshop Udating DPP DUTL ST2023 di Mataram, Jumat 18 November 2022. Mantan Wakil Bupati Lombok Timur ini mempertanyakan mengapa kemiskinan di NTB didominasi oleh masyarakat yang hidup dari sektor unggulan dan potensial ini.
Padahal, program pertanian dan bantuan-bantuan yang digelontorkan pemerintah tidak sedikit. Nyatanya, basis kemiskinan NTB ada pada sektor yang dihitung secara ekonomis memberikan kontribusi cukup besar ini.
“Kami minta penjelasan, kenapa demikian. Padahal, dalam hitungan. 1 pohon buah durian setahun bisa menghasilkan Rp10 juta. Saya sendiri tidak percaya itu,” katanya menjawab pemaparan potensi ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari Dinas LHK NTB.
Wahyudin menambahkan, angka kemiskinan NTB saat ini sebesar 13,68 persen. Jumlah penduduk miskin ekstrem sebanyak 3,37 persen atau sekitar 124.000 jiwa dari total penduduk miskin NTB sebanyak 724.000 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk NTB 5 juta jiwa.
“Hampir 100 persen, penduduk miskin kita didominasi oleh hampir seluruhnya yang bekerja sebagai petani,” jelas Wahyudin.
Mengapa bisa demikian? Dikemukakan, karakteristik petani NTB umumnya petani tradisional. Berbicara tentang keuntungan, bahwa hasil kegiatan usaha pertanian yang dilakukan oleh masyarakat untungnya sangat kecil. Bahkan minus.
Dalam perhitungan ekonominya, pengeluaran non material tidak dimasukkan. Misalnya, tenaga mengerjakannya dari proses penyiapan bibit, lahan, penanaman, penyiangan, hingga panen. Yang dihitung hanya akumulasi hasil.
“Coba dimasukkan komponen tenaga yang dikeluarkan selama bekerja. Petani rugi. Hanya saja, petani kita tidak memperhatikan hal itu. Asal dapat makan, sudah cukup,” katanya.
Indikatornya dikatakan penduduk miskin ekstrem ini pengeluarannya/belanjanya dibawah Rp12.000 perhari. Sangat kecil. Target pemerintah, tahun 2024 nol miskin ekstrem, atau mendekati nol. Untuk itu, perlu penanganan khusus. Salah satunya adalah, bantuan-bantuan harus diberikan kepada yang berhak menerimanya.
“Harus tepat sasaran bantuan-bantuan itu, supaya efektif. Bantuan pupuk, bantuan benih, bantuan bibit atau bantuan-bantuan yang lain. Berikan kepada yang tepat. Kalau sudah begitu, bersemangat petani kita,” demikian Wahyudin.(ABG)