Sidang Kematian Brigadir Nurhadi: JPU Putar CCTV, Terdakwa Larang Foto Jenazah
Mataram (NTBSatu) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Mataram menghadirkan empat saksi dalam sidang kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi pada Senin, 8 Desember 2025.
Para saksi itu adalah dua dokter dari Warna Medica, yaitu dr. M. Lingga Krisna Fitriani dan dr. I Gede Rambo Parimarta. Kemudian, perawat Rendi Ade Saputra dan petugas cleaning service, Donny Irawan.
Tiga saksi yang menjalani pemeriksaan adalah dr. Lingga, Rendi, dan Donny. Mereka memberikan kesaksian secara bersama-sama.
“Awalnya, pihak Klinik Warna mendapatkan telepon dari pihak hotel, ada orang tenggelam di Villa Tekek, Beach House Hotel,” kata dr. Lingga di Ruang Sidang PN Mataram.
Selanjutnya, pihaknya yang bertugas waktu itu meminta tolong kepada Rendi dan Donny untuk membantu. “Jadi, kami berangkat bertiga,” sebutnya.
Saat itu, ia melihat kondisi almarhum Brigadir Nurhadi tergeletak di dekat kolam Jacuzzi. Ia pun mencoba memberikan pertolongan pertama dengan melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
“Saat saya lakukan RJP, kondisi mulut korban berbusa. Juga keluar darah bercampur air dari hidung,” jelasnya.
Melihat kondisi tersebut, dr. Lingga meminta tolong kepada sejumlah petugas hotel untuk membawanya ke Klinik Warna Medica. Mereka kala itu menggunakan transportasi tradisional, cidomo.
Setelah itu, proses pemeriksaan oleh dokter Rambo. Sedangkan, Lingga menunggu di loket klinik. “Kalau pemeriksaan di klinik dokter Rambo yang melakukan,” katanya.
Setelah proses pemeriksaan selesai, terdakwa Ipda Aris Candra Widianto melarang orang di sana mengambil gambar. “Pak Aris yang meminta kami untuk mengambil gambar,” jelasnya.
Aris juga melarang tim medis melakukan pemeriksaan lain. “Kami hanya diminta untuk memastikan apakah korban masih hidup atau tidak,” ungkap Lingga.
Saksi lain, Rendi juga mendengar larangan pengambilan gambar tersebut. “Kami dengar juga dari pak Aris ada larangan pengambilan untuk ambil gambar,” ucap Rendi menambahkan.
Keterangan Saksi soal Tanda Kekerasan
Rendi kala itu hanya membantu dokter melakukan pemeriksaan. Setelah pemeriksaan selesai, tim medis menyatakan Brigadir Nurhadi meninggal.
“Kalau terkait dengan adanya tanda kekerasan terhadap korban, saya tidak terlalu memperhatikan,” jelas Rendi.
Sementara itu, saksi Donny mengaku, pihaknya tidak terlalu memperhatikan adanya tanda kekerasan pada korban. Namun, saat membantu dokter Lingga melakukan pertolongan di Villa Tekek, ia melihat ada botol minuman keras berwarna kuning.
“Botol miras itu masih ada di dekat kolam beserta gelasnya,” jelasnya.
Sedangkan itu, dr. Rambo mengaku, pihaknya hanya melakukan tindakan Elektrokardiogram (EKG) terhadap korban. Hanya saja saat itu tidak ada detak jantung Nurhadi.
Selain itu, Rambo juga memeriksa kondisi pupil mata korban yang satu itu melebar. Dengan kondisi tersebut, Brigadir Nurhadi sudah dinyatakan meninggal. Itu diberitahukan ke rekannya yang berada di situ, yaitu terdakwa Kompol Yogi Purusa Utama dan Ipda Aris.
Di persidangan tersebut, JPU memutar rekaman CCTV. Terlihat terdakwa Kompol I Made Yogi Purusa Utama duduk lemas ketika mengetahui Brigadir Nurhadi meninggal dunia. Sementara itu, Ipda Aris yang mengenakan topi dan baju biru memintanya untuk tidak melakukan foto terhadap korban.
“Bahasanya jangan sebar ke media,” tutur Rambo.
Terkait dengan adanya tanda-tanda kekerasan, dokter Rambo tidak terlalu memperhatikan. “Saya hanya fokus lakukan EKG dan memeriksa pupil mata,” jelasnya.
Penasihat Hukum Ipda Aris membantah
Sementara itu, terdakwa Ipda Aris tidak membantah, ia melarang orang mengambil foto terhadap korban. “Yang saya larang itu bukan petugas medis. Tetapi, masyarakat umum,” bantah Aris.
Terpisah, Penasihat Hukum Aris Chandra, I Wayan Gendo Suardana mengatakan, dengan adanya kesaksian dua dokter dan tenaga kesehatan dari Warna Medica di Gili Trawangan, menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan terhadap korban.
“Yang diterangkan tadi dari tiga orang saksi yang melakukan pemeriksaan pertama kali adalah mereka. Semua menjawab tidak ada tanda kekerasan ke korban,” katanya.
Begitu juga tidak ada saksi menyebut ada tanda benjolan bekas pukulan atau lainnya pada wajah korban. Wajahnya, terlihat bersih. “Kesaksian ini memberikan satu bukti tuduhan terhadap Aris Chandra yang memukul orang. Disesuaikan dengan visum yang ada, terbantahkan,” ujarnya.
Bukti yang jaksa hadirkan adalah foto dari hasil visum di Rumah Sakit Bhayangkara Polda NTB. Terdapat luka sobek pada dahi dan wajah di bawah bagian mata sebelah kiri.
“Bukti jaksa itu untuk sementara sudah terbantah,” katanya.
Yang pasti saat pemeriksaan di Warna Medica, para saksi tidak menemukan adanya tanda-tanda kekerasan. Menurutnya, luka pada wajah korban itu bisa jadi karena adanya perpindahan tempat dari Warna Medica ke RS Bhayangkara.
“Bisa jadi karena benturan. Karena jenazah korban dibawa menggunakan speed boat. Bukan kapal khusus,” duganya.
Terkait dengan itu, ia mengatakan, biar nanti jaksa yang melakukan pembuktian di persidangan. “Yang pasti untuk sementara ini adanya penganiayaan terbantahkan,” tegasnya. (*)



