Eks Anggota Dewan Sebut Penggunaan BTT oleh Pemprov NTB Melanggar Aturan

Mataram (NTBSatu) – Polemik penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) oleh Pemprov NTB, ramai menjadi perbincangan. Transparansi dipertanyakan, sehingga banyak menduga anggaran BTT Provinsi NTB tahun 2025 tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Mantan Anggota DPRD NTB, Najamuddin Mustofa menyebutkan, Pemprov NTB telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Tepatnya pada Pasal 55 Ayat (1) huruf c dan Ayat (4). Bahwa penggunaan anggaran BTT tidak boleh digunakan pada tempat lain kecuali bencana.
“Barang ini jelas, BTT itu hanya bisa dipergunakan pada waktu bencana,” ujarnya kepada NTBSatu, kemarin.
Ia menegaskan, sesuai Pasal 55 Ayat (4) PP Nomor 12 Tahun 2019, BTT hanya bisa dipergunakan pada sesuatu yang mendesak dan darurat pada sesuatu yang tidak bisa diprediksi sebelumnya.
“Artinya kalau mendesak dan darurat semua mendesak dan darurat, tetapi kan sesuatu yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Artinya adalah khusus untuk bencana yang datang tiba-tiba,” jelasnya.
Kembali ia menegaskan, anggaran BTT sudah jelas peruntukkannya. Sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) NTB Nomor 24 Tahun 2024 pada Pasal 13 Ayat (1), (2), (3), dan (4). Dalam aturan itu disebutkan, penggunaan BTT hanya untuk bencana.
Adapun bencana yang dimaksud, tegas Najamuddin, adalah bencana yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Sehingga, jika bisa diprediksi ada atau sudah ada tanda-tandanya, misalkan tebing yang memang mau rusak, maka tidak bisa BTT masuk di sana.
“Jadi kalimatnya itu adalah sesuatu yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Kata itulah yang mengunci BTT tidak boleh dipakai,” tegasnya.
Namun faktanya, lanjut Najamuddin, Pemprov NTB telah melakukan pergeseran yang tidak sesuai peruntukannya. Apalagi pergeseran itu dilakukan secara tergesa-gesa.
Pergeseran Anggaran BTT Pemprov NTB
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal telah melakukan pergeseran anggaran BTT sebanyak dua kali dan sudah mengeksekusi anggaran kurang lebih sebesar Rp484 miliar, dari total Rp507 miliar yang dialokasikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2025.
“Itu melanggar lagi di PP Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 161,” ujarnya.
Menurut Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, Pemprov NTB jelas menyalahgunakan kewenangan. Kemudian, melanggar empat aturan perundangan-undangan.
Pertama, PP Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 55 Ayat (1), (2), (3), dan (4). Kemudian, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.
Hal itu karena BTT itu tidak terdapat dalam Inpres tersebut, namun pada pergeseran beberapa waktu, Pemprov berdalih pergeseran itu dalam rangka efisiensi anggaran.
“Jelas melanggar itu. Sementara di dalam Inpres itu nomenklaturnya hanya 8, tidak termasuk BTT. Sehingga, dia menyalahgunakan kewenangan. Itu melanggar,” katanya.
Ketiga, kata Najamuddin, Pemprov NTB melanggar mekanisme pengelolaan keuangan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2020. Keempat, melanggar Pergub Nomor 24 Tahun 2024 Pasal 13 Ayat (1), (2), (3), dan (4).
“Makanya jadi menarik pembahasannya, apalagi dengan membayar utang atau desa berdaya. Desa berdaya itu visi-misi, karena dia visi-misi maka tidak boleh dia bayar pake anggaran yang disahkan oleh orang lain,” jelasnya.
Tanggapan Pemprov NTB
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, Nursalim mengatakan, realisasi anggaran BTT melalui pembebanan langsung maupun mekanisme pergeseran ke sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Menurut Nursalim, BTT bukanlah sebuah program, melainkan bagian dari jenis belanja dalam struktur APBD. Sehingga, dalam APBD Perubahan ini, apapun sumber dananya bisa disebarkan ke semua program prioritas daerah.
“BTT itu bukan hantu yang tidak bisa digeser dalam perubahan APBD ini,” ujarnya beberapa waktu lalu.
BTT, lanjut Nursalim, merupakan bagian jenis belanja. Sama halnya dengan belanja pegawai, belanja modal, dan belanja bagi hasil. Sehingga, sangat mungkin dilakukan pergeseran.
“Ketika ada belanja yang masih stand by cukup banyak kemudian melihat sisa waktu tinggal 2-3 bulan, maka kita dapat melakuan restrukturisasi ulang belanja untuk mencpai target kinerja Pemda,” jelasnya.
Mantan Kepala Biro Organisasi Setda NTB ini menegaskan, penyusunan APBD Perubahan tahun 2025 sudah memedomani semua regulasi. Mulai dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Kemudian, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan. Lalu, UU 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, Permendagri Nomor 90 Tahun 2019, dan Permendagri Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025.
“Semua regulasi ini kita pedomani dan semua komponen belanja telah dibahas bersama dengan DPRD. Serta, telah disetujui secara kelembagaan oleh DPRD,” katanya.
Perihal rincian penggunaan BTT tersebut, Nursalim tidak membeberkannya secara spesifik. Mengingat, yang melakukan penganggaran Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD) adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Hanya saja ia memastikan, anggaran tersebut dialokasikan pada semua OPD untuk membiayai target RPJMD. “Untuk lebih jelas bisa tanya Bappeda, karena mereka melakukan budgeting (penganggaran, red) RKPD di Bappeda,” tutupnya. (*)