Kota Mataram

BBPOM Mataram Sebut Keracunan MBG di NTB Perlu Investigasi Komprehensif

Mataram (NTBSatu) – Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram menegaskan penanganan kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) di Nusa Tenggara Barat (NTB) memerlukan investigasi komprehensif.

Kompleksitas faktor penyebab membuat penetapan agen keracunan tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.

Kepala BBPOM Mataram, Yosef Dwi Irwan Prakasa menyebutkan, pihaknya sudah menerima lima sampel pangan dari Dinas Kesehatan di tiga kabupaten. Rinciannya, satu sampel dari Lombok Tengah, dua sampel dari Lombok Barat, dan dua sampel dari Sumbawa.

“Dari lima sampel itu, tiga sudah selesai kami uji, yaitu masing-masing satu sampel dari Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Sumbawa. Sedangkan, dua sampel lainnya, yang terkait kejadian keracunan terakhir, masih dalam proses pengujian,” jelasnya, Minggu, 28 September 2025.

Ia menambahkan, BBPOM tidak mengumumkan langsung ke publik hasil uji laboratorium yang sudah selesai. BBPOM langsung menyampaikannya kepada Dinas Kesehatan kabupaten pengirim sampel. Hal ini untuk memastikan informasi resmi tetap melalui satu pintu.

153 Siswa Keracunan MBG di NTB

Sepanjang 2025 sudah ada 153 siswa di NTB yang diduga keracunan usai mengonsumsi MBG.

Di Lombok Tengah, Lima siswa SDN Repuk Tunjang keracunan pada April setelah adanya temuan bakteri E-coli di lauk telur bumbu dan kacang goreng.

Lombok Timur, seorang siswi SMK dilarikan ke puskesmas pada Agustus usai mengeluhkan pusing, mual, dan muntah setelah menyantap MBG.

Di Sumbawa, Kasus terbesar terjadi pada 17 September, ketika 130 siswa dari empat sekolah berbeda jatuh sakit.

Lombok Barat, sebanyak 17 siswa SDN 1 Selat, Kecamatan Narmada, juga mengalami gejala nyeri perut dan muntah setelah mengonsumsi menu MBG.

IKLAN

Tantangan Penelusuran Penyebab

BBPOM Mataram menilai kasus ini tidak bisa dilihat secara parsial. Menetapkan penyebab keracunan perlu investigasi menyeluruh karena bisa saja yang mempengaruhinya dari faktor hulu hingga hilir. Mulai dari bahan baku, sumber air, peralatan, penjamah pangan (food handler), hingga distribusi makanan ke sekolah.

“Tidak mudah menetapkan agen penyebab keracunan karena kompleksitasnya. Perlu investigasi yang komprehensif dan menyeluruh,” tegas Yosef.

Pentingnya Manajemen Risiko dan Edukasi Sanitasi

Untuk mencegah kasus serupa, BBPOM menekankan penerapan manajemen risiko pangan di dapur MBG maupun sekolah. Langkah ini mencakup identifikasi risiko, mitigasi, serta monitoring dan evaluasi berkelanjutan.

Selain itu, edukasi di sekolah juga tak kalah penting. Mulai dari kebiasaan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir minimal 20 detik, penggunaan alat makan yang bersih, hingga ketersediaan fasilitas sanitasi yang memadai.

“Melalui penerapan manajemen risiko yang baik dan berkelanjutan saya yakin kejadian keracunan bisa kita minimalkan,” ujar Yosef. (*)

Berita Terkait

Back to top button