Mataram (NTBSatu) – Restoran legendaris Ayam Goreng Widuran Solo mendadak viral setelah mengakui bahwa hidangan mereka berstatus nonhalal. Padahal restoran tersebut berdiri sudah lebih dari 50 tahun sejak era 1970-an.
Pihak manajemen Ayam Goreng Widuran yang berlokasi di Jalan Sutan Syahrir, Kepatihan Kulon, Jebres, Solo, akhirnya mengumumkan status nonhalal melalui akun media sosial resmi mereka.
Mereka juga mulai mencantumkan label nonhalal di outlet, Instagram, serta Google Review dalam beberapa hari terakhir.
“Sebagai langkah awal, kami telah mencantumkan keterangan nonhalal secara jelas di seluruh outlet dan media sosial resmi kami,” tulis akun @ayamgorengwiduransolo, dikutip Minggu, 25 Mei 2025.
Langkah ini langsung memicu reaksi dari warganet. Banyak pelanggan merasa kecewa karena merasa tertipu, mengingat restoran ini telah lama dikenal sebagai tempat makan keluarga yang menyajikan ayam kampung kremes yang lengkap.
Kejutan muncul ketika pihak resto menuliskan secara eksplisit bahwa hidangan ayam kremes andalan mereka merupakan makanan nonhalal.
“Kremes nonhalal,” demikian bunyi pengumuman yang pihak manajemen pasang setelah kontroversi ini viral.
Komentar negatif mulai membanjiri media sosial. Salah satu pengguna, @AlnilamOmar, menyebut, “Keterlaluan sih udah puluhan tahun gitu baru ngaku.” Oleh akun @CakD3pp langsung membalas cuitan tersebut dan mengatakan, “Katanya karena sudah ketahuan.”
Menanggapi isu ini, akun @PakKarti juga menambahkan, “Mungkin karena ketahuan sehingga mereka berikan label, coba nggak ketahuan pasti jalan terus.”
Setelah keributan merebak, pihak Ayam Goreng Widuran menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada seluruh pelanggan. Mereka menyesalkan kegaduhan yang muncul dan berjanji akan lebih transparan dalam menyampaikan informasi.
“Kepada seluruh pelanggan Ayam Goreng Widuran, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas kegaduhan yang beredar di media sosial belakangan ini,” tulis mereka.
Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan besar soal transparansi usaha kuliner. Terutama yang telah beroperasi selama puluhan tahun tanpa keterangan status kehalalan yang jelas. (*)