Mataram (NTBSatu) – Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Mataram, menyoroti kasus dugaan pelecehan seksual oleh salah satu oknum dosen.
Ketua DEMA UIN Mataram, Abel Al Jabiri mendesak, agar terduga dosen bejat tersebut diadili hingga mendapat sanksi yang sepadan.
“Kami meminta agar yang bersangkutan diadili secara tegas. Karena ini kasus besar,” tegasnya, Rabu, 21 Mei 2025.
Ia mengatakan, mahasiswa tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan pelecehan yang mencoreng nama baik institusi pendidikan.
Sejumlah aliansi mahasiswa UIN Mataram pun berencana menggeruduk Gedung Rektorat besok pagi, Kamis, 22 Mei 2025. “Besok pagi demonstrasi kita,” ucap Abed.
Sebelumnya, Aliansi Hitam Melawan UIN Mataram ebih dulu menggeruduk Gedung Rektorat pada Rabu pagi. Mereka mendesak birokrasi kampus segera bertindak atas dugaan kekerasan seksual tersebut.
Para demonstran mengecam tindakan amoral yang dilakukan oleh oknum dosen terhadap sejumlah mahasiswi.
Mereka menyatakan, perilaku semacam itu sangat tidak pantas tenaga pendidik lakukan. Mahasiswa juga menuding pihak kampus bungkam dan tidak memberikan respons saat korban sempat melapor.
Jumlah Korban dan Modus
Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi mengungkapkan, pihaknya telah melaporkan kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB pada Selasa, 20 Mei 2025.
Ia menjelaskan, saat ini sudah ada tiga korban yang melapor dan dua lainnya akan menyusul pada Kamis.
Total korban yang teridentifikasi mencapai tujuh orang, terdiri dari mahasiswa aktif dan alumni, termasuk penerima beasiswa Bidikmisi.
“Perbuatan pelaku berlangsung dari tahun 2021 hingga 2024,” ujar Joko.
Ia menambahkan bahwa pelaku menjalankan aksinya di asrama putri, tempat di mana ia juga menjabat sebagai pimpinan. Pelaku menggunakan manipulasi psikologis dengan meminta korban menganggapnya sebagai sosok ayah.
Menurut Joko, pelaku tidak pernah sampai menyetubuhi korban, namun tetap melakukan tindakan cabul yang sangat menimbulkan trauma.
Salah satu modus yang terungkap pelaku memaksa korban tidur di ruangan tertentu, lalu melakukan aksi bejatnya di hadapan korban lain.
Joko menyebut adanya relasi kuasa dalam kasus ini. “Pelaku tidak mengancam secara langsung, tapi menciptakan ketakutan psikologis bahwa beasiswa korban bisa dicabut,” jelasnya.
Korban akhirnya berani melapor setelah mendapatkan dukungan dari Joko dan timnya. Sebagian korban juga mengaku terinspirasi oleh sinetron Walid yang memicu keberanian mereka untuk angkat bicara.
“Hari ini kita resmi melaporkan ke Polda. Proses rehabilitasi juga akan kami koordinasikan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” tutup Joko. (*)