Mataram (NTBSatu) – Di tengah era serba digital, ketika banyak mahasiswa menggantungkan produktivitasnya pada kecepatan internet dan kecanggihan laptop, Binda Nitasari memilih jalan yang berbeda.
Gadis dari Kodo, Kota Bima ini membuktikan bahwa keterbatasan perangkat bukan alasan untuk melambat. Ia justru melesat, menyelesaikan kuliah di STKIP Taman Siswa Bima hanya dalam waktu 3,5 tahun.
“Cita-cita saya sejak kecil adalah menjadi guru SD. Itu alasan paling kuat saya memilih kuliah di jurusan PGSD,” ujarnya sederhana.
Namun di balik kesederhanaan itu, tersembunyi strategi yang matang: menarget SKS maksimal tiap semester, proaktif belajar metodologi penelitian lebih awal, hingga aktif mencari dan memanfaatkan bimbingan dosen.
Bukan berarti jalannya mulus. Ketika tugas-tugas kuliah mulai menuntut pengolahan data dan presentasi digital, ketiadaan laptop pribadi sempat menjadi tantangan besar.
“Saya harus pintar-pintar atur waktu dan pinjam laptop dari teman atau saudara. Kadang nunggu giliran, tapi tugas tetap harus selesai tepat waktu,” kenangnya.
Kunci dari keberhasilan ini, kata Binda, adalah kedisiplinan, manajemen waktu, dan kebiasaan belajar yang terencana.
Sebelum kuliah mulai, Binda mengaku sudah mengulik materi dari berbagai sumber. Usai kuliah, ia membuat rangkuman sendiri. Diskusi dan kolaborasi dengan teman juga menjadi metode belajar andalan.
Tak hanya unggul di akademik, Binda juga aktif di luar kelas. Ia menjabat sebagai bendahara di Koperasi Mahasiswa dan ikut serta dalam program Kampus Mengajar angkatan ke-5.
Publikasi Artikel – Aktif Ikut Lomba
Bahkan, ia telah mempublikasikan dua artikel di jurnal ilmiah sinta. Serta aktif berpartisipasi dalam lomba karya tulis ilmiah dan MTQ tingkat kelurahan.
“Saya mungkin belum pernah juara satu MTQ, tapi setiap kali naik podium, saya belajar lebih banyak tentang keikhlasan dan semangat terus belajar,” tuturnya dengan rendah hati.
Keberhasilannya bukan hasil kerja individu semata. Ia tak segan mengakui peran besar dosen pembimbing dan keluarga yang terus mendorongnya tetap berada di jalur.
“Setiap pencapaian ini adalah bukti bahwa kepercayaan orang tua dan dosen tidak saya sia-siakan,” tuturnya.
Setelah lulus, Binda berencana bekerja dulu untuk mendanai PPG (Pendidikan Profesi Guru) dan menabung untuk S2.
“Saya ingin menjadi guru yang tidak hanya mengajar, tapi menginspirasi. Dan itu butuh perjuangan panjang,” ucapnya.
Untuk mahasiswa lain, ia meninggalkan pesan yang jujur tapi mengena: “Lulus cepat bukan soal pintar, tapi soal siapa yang konsisten. Mulailah dari target kecil, jalani dengan disiplin, dan jangan takut minta bantuan. Pendidikan adalah investasi, dan kita semua mampu menjadi agen perubahan jika mau berjuang,” ungkapnya. (*)