Hukrim

Jaksa Bidik Tanah Pecatu yang Diduga Digelapkan Kades Bagik Polak

Mataram (NTBSatu)Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram sudah melakukan penyidikan kasus dugaan penggelapan tanah pecatu di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat.

Penyidik mencurigai bahwa Kepala Desa (Kades) Bagik Polak menjual aset desa seluas 36 are kepada pihak swasta tanpa melalui prosedur yang sah.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Mataram, Mardiyono mengungkapkan, penyidikan ini bermula dari demonstrasi masyarakat yang protes adanya transaksi ilegal terhadap tanah pecatu yang seharusnya menjadi milik bersama warga.

“Setelah ketahuan tanah itu terjual, masyarakat setempat langsung melakukan aksi demo. Kasusnya kemudian kami tangani, dan sudah pada penyidikan,” kata Mardiyono, Kamis, 15 Mei 2025.

Pihak Kejari menyebut, transaksi penjualan tanah pecatu tersebut memiliki nilai perjanjian sebesar Rp360 juta. Namun, berdasarkan hasil penelusuran penyidik, pembeli baru menyerahkan uang muka senilai Rp180 juta.

IKLAN

“Perjanjian mereka Rp360 juta, tapi baru mereka bayar Rp180 juta. Kalau tidak ada masalah, sisanya baru akan dilunasi. Namun karena sekarang bermasalah, pelunasan tidak dilakukan,” jelas Mardiyono.

Lebih lanjut, Kejari Mataram menyoroti fakta bahwa kepala desa yang bersangkutan masih aktif menjabat hingga saat ini.

Hal ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang mempertanyakan integritas dan transparansi kepemimpinan desa.

IKLAN

“Yang bersangkutan masih menjabat. Kami masih menunggu hasil audit, setelah itu berkas akan langsung kami limpahkan ke pengadilan untuk disidangkan,” tambah Mardiyono.

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan penyimpangan wewenang yang melibatkan kepala desa. Masyarakat Desa Bagik Polak berharap agar aparat penegak hukum dapat bertindak tegas dan tidak memberi ruang bagi praktik-praktik korupsi di tingkat desa.

Tokoh masyarakat setempat juga menyerukan agar pemerintah daerah memperketat pengawasan terhadap aset desa, terutama tanah pecatu yang rawan terjadi penyalahgunaan. (*)

Muhammad Khairurrizki

Jurnalis Hukum Kriminal

Berita Terkait

Back to top button