Mataram (NTBSatu) – Sejumlah sapi ternak dan ratusan ikan di Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat mati. Dugaannya, hewan-hewan itu mati akibat peti emas pencemaran merkuri atau sianida.
Informasi diperoleh, sedikitnya 11 sapi mati di wilayah Telaga Bertong, Kecamatan Taliwang. Tepatnya sekitar tempat wisata Pantai Balada. Sementara, penemuan ikan mati di Desa Banjar.
Kadis Lingkungan Hidup (LH) Sumbawa Barat, Mars Anugerainsyah membenarkan insiden sapi ternak mati tersebut.
“Iya, betul. Dugaannya karena sianida,” kata kepada NTBSatu, Kamis, 15 Mei 2025.
Setelah mendapatkan informasi, Dinas LH bersama Polres Sumbawa Barat dan Dinas Peternakan langsung turun ke lokasi pengolahan emas tersebut. Mereka mengambil sampel air dan mengeceknya di Lab Dinas LHK Provinsi NTB.
“Sementara untuk lokasi itu sudah kita minta hentikan aktivitasnya sampai ada tindakan selanjutnya,” ujarnya.
Hasil pengecekan lab, ternyata kandungan sianida melebihi ambang batas yang dibolehkan aturan.
Kepala dinas mengakui, pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam hal penindakan. Mereka di kabupaten hanya memiliki fungsi pemantauan dan pengawasan.
DLH Sumbawa Barat pun pernah meminta DLHK NTB agar membentuk tim dan menindaklanjuti kasus tersebut. “Poinnya kami desakan agar diatensi, tapi tidak ada tindakan,” sesalnya.
Merasa tidak bisa berbuat banyak, Dinas LH setempat memaksimalkan fungsi pengawasan. Dan mereka menduga kuat bahwa para ternak itu mati karena meminum air yang terpapar sianida.
Menyinggung adanya kemungkinan membawa ke ranah pidana, Anugerainsyah mengaku belum sampai ke tahap itu. Menyusul terbatasnya wewenang yang mereka miliki.
Karena itu, Anugerainsyah sekali lagi menegaskan agar Pemprov NTB tidak menutup mata terhadap persoalan ini.
“Yang punya wewenang koordinasi provinsi,” jelasnya.
Ia mengaku, telah membentuk satu unit instalasi pengolahan batuan emas tanpa merkuri dengan bantuan pusat. Bahan bakunya harus bersumber dari izin sah. Namun, faktanya banyak yang berasal dari kawasan hutan.
“Kami dorong LHK NTB sama-sama turun,” ajaknya.
Tanggapan KPK
Informasi ini pun sampai ke telinga Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dian Patria.
“Ini menunjukkan lemahnya pengawasan, penegakan hukum dan koordinasi antar instansi pusat dan daerah,” katanya kepada NTBSatu.
Lembaga antirasuah akan melakukan fungsi koordinasi untuk memastikan aksi nyata tindak lanjut dari instasi terkait. Karena sepengalaman KPK, di balik pelanggaran pertambangan dan lingkungan, banyak terdapat konflik kepentingan. Termasuk adanya indikasi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Berangkat dari itu, Dian berharap adanya sinergi dan niat kuat antara Pemda dan masyarakat setempat agar eksploitasi sumber daya alam di NTB tidak terulang.
“Saya sering sebut istilah KPK melakukan pencegahan ofensif. Kalau kemudian ditemukan ada indikasi pidana (tidak hanya Tipikor), mendorong dilakukannya penegakan hukum oleh yang berwenang,” tegasnya. (*)