Kota Mataram

Tradisi Turun Menurun, Pedagang Ketupat dan Opor Berjualan di Jalanan Mataram saat Iduladha

Mataram (NTB Satu) – Tidak hanya saat Idulfitri, pedagang ketupat dan opor dadakan di Kota Mataram juga berjualan pada perayaan Iduladha. Para pedagang ketupat dan opor musiman ini terbiasa berjualan pada momentum hari raya karena sudah menjadi tradisi turun-temurun.

Rata-rata para pedagang musiman ini berasal dari Kelurahan Punia, Kecamatan Mataram, Kota Mataram. Para pedagang ketupat dan opor memilih berjualan di sekitar komplek Taman Budaya NTB.

Salah satu dari sekian banyak pedagang ketupat dan opor, Hilmi Fitriah mengatakan, pilih berjualan saat hari raya lantaran ingin mendapatkan kesenangan belaka. Permasalahan untung dan rugi, tidak terlalu menjadi permasalahan utama.

“Kami memang sudah biasa jualan dalam jangka waktu setahun dua kali, pada saat Idulfitri dan Iduladha. Jualan ketupat dan opor saat hari raya besar Islam, sudah jadi tradisi dari zaman nenek moyang,” ungkap Fitriah, ditemui NTB Satu di warungnya, yang berada di sekitar Taman Budaya NTB, Sabtu, 9 Juli 2022.

Bila melakukan perhitungan secara rinci, Fitriah dapat meraup keuntungan sebesar Rp2 juta hingga Rp3 juta per hari. Keuntungan yang diraih, bergantung pada jumlah produk yang dijual.

“Hampir semua pedagang ketupat dan opor berasal dari Punia, dan memiliki hubungan keluarga antara satu pedagang dengan pedagang yang lain,” papar Fitriah.

Fitriah menjual jaje tujak (makanan khas Lombok, red), sayur nangka, opor ayam dan telur, serta ketupat dan lontong. Ia menjual jaje tujak seharga Rp25.000, kemudian opor ayam beserta telur dibanderol dengan harga Rp5000 per potong.

“Kalau ketupat dan lontong, harganya Rp3000 sampai dengan Rp10.000. Tapi, kalau pembeli mau makan di tempat, kami biasa kasih harga Rp15.000 per mangkok,” terang Fitriah.

Sembari melayani pelanggan, Fitriah menceritakan bahwa hampir seluruh pedagang yang menjual ketupat dan opor, dahulunya tidak pernah bergelut dalam dunia bisnis. Namun, pada saat perayaan  Idulfitri dan Iduladha tiba, seketika mereka dapat berubah menjadi pebisnis.

“Kami jualan ini sebenarnya dengan niatan senang-senang saja. Masalah untung atau pun rugi, tidak usah terlalu dipikirkan,” pungkas perempuan yang juga pengajar di PAUD Al-Hidayah, Desa Jerowaru, Lombok Tengah ini. (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button