Mataram (NTBSatu) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi aktivitas dugaan budidaya mutiara ilegal oleh PT Autore Pearl Culture di Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mempersilakan masyarakat yang merasa menjadi korban agar melaporkan aktivitas perusahaan tersebut ke lembaga antirasuah.
“Silakan dilaporkan melalui saluran sistem yang ada,” kata Tessa kepada NTBSatu melalui pesan singkat beberapa waktu lalu.
Ia menyebut, begitu laporan masuk, pihaknya akan melakukan verifikasi dokumen dan data. Tindak lanjutnya adalah melihat kelengkapan data dan dokumen pendukung yang pelapor sampaikan.
“Kemudian dilanjutkan penelaahan dan pengumpulan informasi,” jelas Tessa.
Bila semua data pendukung dan dari hasil penelaahan dinyatakan layak untuk ditindaklanjuti, sambung Tessa, tahapan selanjutnya adalah meningkatka ke tingkat penyelidikan.
“Bila belum lengkap, maka akan diminta kepada pelapor untuk dapat melengkapi,” terangnya.
Ketua Indonesia Construction Watch, Lalu Mukarraf menyebut, PT Autore Pearl Culture melakukan aktivitas budidaya mutiara di Blok D yang bertempat di Teluk Temeak, Desa Sekaroh tersebut merupakan kawasan wisata. Luasannya mencapai 174 hektare. Izin mereka semula berada di Blok A, B, dan C. Aktivitasnya sudah berjalan hampir selama 10 tahun.
Temuannya di lokasi, Mukarraf melihat long line sepanjangnya 150 meter per roll-nya. Dalam satu meter, terdapat satu poket gantungan keranjang mutiara. Dan dalam satu poket. ada 6 hingga 12 kerang.
Jika dikalkulasikan, terdapat sekitar 6000-an kerang yang perusahaan keloal di area tersebut. Mereka memanen mutiara setiap sekali dalam enam bulan. Jika dihitung selama hampir 10 tahun, sudah belasan kali perusahaan panen di area ilegal tersebut.
“Itu ada 6000 butir, bisa mencapai ratusan miliar. Itu lah kerugian negara,” tegasnya.
Diduga Ada Aktivitas Tindak Pidana Korupsi
Ia menegaskan, perusahaan tersebut menjalankan pekerjaannya secara ilegal dan menduga adanya aktivitas tindak pidana korupsi.
Buktinya, PT Autore telah mendapatkan surat peringatan (SP) dari pemerintah sebanyak tiga kali. Salah satunya dari Dinas Keluatan dan Perikanan NTB pada 19 Oktober 2021. Hal itu tertuang dalam surat nomor 105/Dislutkan/2021 dengan tanda tangan Kepala Dinas, Muslim.
“Kami menduga ada kejahatan korupsi, karena ada pembiaran. Padahal pemerintah dan APH sudah tahu itu (ilegal). Karena terbukti adanya SP1 hingga SP3. Artinya sudah peneguran oleh pemerintah karena sudah 10 tahun. Kami menduga ada yang back up, sekelas tim terpadu turun sudah turun dan dibaikan, ini menjadi tanda tanya besar,” bebernya.
Dalam waktu dekat, Mukarraf bersama teman-temannya akan terbang ke Jakarta dan melaporkan tindakan itu ke KPK. Yang mereka adukan adanya dugaan pembiaran terhadap aktivitas perusahaan tersebut.
Kini di Blok D, terumbu karang yang awalnya indah perlahan rusak. Di bawah laut, banyak beton yang perusahaan turunkan. Satu beton ukurannya diameter 1 dengan berat 100 kilogram.
Dinas Sebut Tidak Punya Izin
Aktivitas PT Autore juga mendapat atensi Pemprov NTB. Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menegaskan, aktivitas budidaya mutiara di kawasan wisata wilayah Sekaroh, Lombok Timur itu tak memiliki izin.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim menjelaskan, pernah ada ada pertemuan antara PT Autore Pearl Culture. Mereka bersepakat tidak lagi melakukan aktivitas budidaya yang bertempat di Blok D yang bertempat di Teluk Temeak, Desa Sekaroh tersebut. Terlebih, adanya surat peringatan (SP) dari Dinas Kelautan dan Perikanan NTB sebanyak tiga kali.
“Dia tidak punya izin dulu,” katanya kepada NTBSatu.
Meski begitu, pihak dinas tak bisa berbuat banyak. Menyusul izin pemanfaatan ruang laut bukan lagi ranah pemerintah provinsi. Namun, beralih ke pusat berdasarkan PP nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang melalui sistem online single submission (OSS).
“Kebetulan dasar rujukannya adalah Perda Nomor 5 Tahun 2024 tentang rencana tata ruang wilayah Provinsi NTB,” ujarnya.
Muslim mengaku telah membahas bersama seluruh jajaran dinas, bahwa kawasan laut yang termasuk kawasan wisata tidak boleh adanya aktivitas apapun dari perusahaan. Harus tegak lurus dengan aturan. Apalagi PT Autore Pearl Culture belum mengantongi izin Persetujuan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PKPLH).
PT Autore Klaim Punya Izin
Terpisah, dua kuasa hukum perusahaan, Donal Fariz dan Rasamala Aritonang dalam keterangan tertulisnya mengatakan, PT Autore Pearl Culture mengeklaim telah memiliki izin sah.
“Sejak berdiri dan beroperasinya PT Autore Pearl Culture dari tahun 2005 perizinan yang dimiliki oleh perusahaan adalah sah dan legal,” ujar mereka, Jumat, 20 Desember 2024.
Meski tak menyebut secara detail, tim kuasa hukum mengaku, perusahaan mengikuti seluruh prosedur untuk mendapatkan perizinan kegiatan usaha. Hal itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, PT Autore Pearl Culture selalu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak Pemda NTB dan pemangku kepentingan terkait.
Selama beroperasi, sambung kuasa hukum, perusahaan selalu memenuhi kewajiban pembayaran pajak dan retribusi daerah. PT Autore Pearl Culture juga secara nyata berkontribusi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Nusa Tenggara Barat.
“Sebagai bentuk kepatuhan dan implementasi pemungutan retribusi budidaya mutiara,” kelitnya.
Menurutnya, perusahaan selalu berpedoman pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Dalam menjalankan kegiatan usaha, PT Autore memprioritaskan tenaga kerja lokal. Hal itu, tercatat serapan tenaga kerja di Lombok Timur 468 orang pekerja penduduk lokal yang menggantungkan pencahariannya pada usaha perusahaan. (*)