Oleh: Associate Professor DR Iwan Harsono, SE., M.Ec Universitas Mataram
Tahun 2025 dapat dibaca sebagai momen jeda sekaligus penentu arah bagi perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB). Bukan semata karena fluktuasi angka pertumbuhan yang terjadi sepanjang tahun, melainkan karena munculnya tanda-tanda pergeseran struktur ekonomi daerah. Ketergantungan pada sektor pertambangan mulai diuji, sementara sektor-sektor non-tambang justru menunjukkan daya tahan dan potensi sebagai penopang baru pertumbuhan.
Dalam konteks itulah, perjalanan ekonomi NTB sepanjang 2025 layak dipahami sebagai sebuah fase transisi. Dinamika ekonomi triwulanan, perubahan struktur sektoral, serta perkembangan indikator kesejahteraan memperlihatkan bahwa pemulihan yang terjadi tidak lagi sepenuhnya bertumpu pada tambang. Tantangannya kini bukan hanya bagaimana ekonomi kembali tumbuh, tetapi ke mana arah pertumbuhan tersebut hendak dibawa dan sejauh mana manfaatnya dapat dirasakan secara lebih merata.
Untuk membaca arah perubahan tersebut secara lebih jernih, penting menelusuri kembali perjalanan ekonomi NTB sepanjang 2025. Data triwulanan memberi gambaran bagaimana tekanan pada awal tahun perlahan direspons oleh sektor-sektor produktif di luar pertambangan, hingga membentuk pola pemulihan yang lebih seimbang menjelang akhir tahun.
Dari Kontraksi Awal Menuju Pemulihan Bertahap
Secara triwulanan, kinerja ekonomi NTB menunjukkan dinamika yang cukup tajam. Pada triwulan I 2025, pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi sebesar -1,43 persen (year-on-year/yoy), disusul kontraksi yang lebih ringan pada triwulan II sebesar -0,82 persen. Tekanan utama berasal dari penurunan produksi sektor pertambangan dan kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang berdampak langsung pada kinerja ekspor daerah.
Situasi mulai berbalik pada triwulan III 2025 ketika ekonomi NTB tumbuh positif sebesar 2,82 persen (yoy). Meski masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,04 persen, capaian ini menandai fase pemulihan yang penting. Aktivitas ekonomi mulai bergerak kembali, seiring membaiknya konsumsi dan mulai pulihnya sektor-sektor non-tambang.
Non-Tambang Menjadi Motor Utama Pemulihan
Pesan utama dari kinerja ekonomi NTB sepanjang 2025 adalah menguatnya peran sektor non-tambang sebagai motor pemulihan. Industri pengolahan mencatat pertumbuhan sangat tinggi, mencapai 66,65 persen, dengan kontribusi yang semakin besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Lonjakan ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas smelter dan mulai berjalannya produksi komoditas bernilai tambah, seperti tembaga olahan dan emas.
Di sisi lain, sektor pertanian tetap memainkan peran strategis sebagai penyangga perekonomian daerah. Dengan kontribusi terbesar terhadap PDRB dan pertumbuhan sebesar 3,54 persen, sektor ini menjadi bantalan stabilitas ketika sektor pertambangan mengalami tekanan. Kombinasi antara industri pengolahan dan pertanian menunjukkan bahwa struktur pertumbuhan NTB mulai bergeser ke arah sektor-sektor bernilai tambah dan relatif lebih inklusif.
Stabilitas Makro Terjaga, Tantangan Pemerataan Masih Nyata
Hingga November 2025, indikator makroekonomi NTB menunjukkan kondisi yang relatif terjaga. Inflasi tercatat sebesar 2,74 persen (yoy), masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional dan mencerminkan daya beli masyarakat yang relatif stabil. Tingkat Pengangguran Terbuka berada pada level 3,06 persen, sementara tingkat kemiskinan menurun menjadi 11,91 persen. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB meningkat menjadi 73,97, menandakan perbaikan kualitas hidup masyarakat secara bertahap.
Namun, tantangan pemerataan belum sepenuhnya teratasi. Ketimpangan pendapatan yang tercermin dari rasio gini sebesar 0,364 menunjukkan bahwa manfaat pertumbuhan belum dirasakan secara merata. Dari sisi pembiayaan, kinerja kredit program hingga November 2025 juga menunjukkan perlambatan. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tercatat sebesar Rp5,31 triliun, turun sekitar 9,19 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan jumlah debitur yang ikut menurun. Penyaluran kredit Ultra Mikro (UMi) mengalami kontraksi lebih dalam, mencerminkan kehati-hatian perbankan dan terbatasnya ekspansi usaha mikro.
Tekanan Eksternal dan Peran Fiskal Menjelang Akhir Tahun
Tekanan eksternal sepanjang 2025 tercermin dari kinerja perdagangan luar negeri. Nilai ekspor NTB hingga September 2025 terkontraksi tajam akibat larangan ekspor mineral mentah. Namun, neraca perdagangan NTB justru mencatat surplus pada dua triwulan terakhir, dengan lonjakan signifikan pada September 2025 yang mencapai lebih dari USD 160 juta. Kondisi ini menunjukkan mulai pulihnya kinerja perdagangan seiring meningkatnya ekspor non-tambang dan menurunnya impor barang modal.
Dari sisi fiskal, realisasi pendapatan negara di NTB hingga November 2025 mencapai 71,69 persen dari pagu, sementara belanja negara telah terealisasi sebesar 79,25 persen. Di tingkat daerah, pendapatan daerah tumbuh cukup kuat sebesar 11,57 persen, meskipun realisasi belanja daerah baru mencapai sekitar 59,20 persen. Dengan mempertimbangkan pola historis, akselerasi belanja diperkirakan terjadi pada Desember 2025 dan menjadi penopang penting pertumbuhan ekonomi triwulan IV.
Menatap Triwulan IV: Momentum Pemulihan Perlu Dijaga
Menatap akhir tahun, prospek ekonomi NTB pada triwulan IV 2025 menunjukkan ruang penguatan yang cukup besar. PDRB NTB diproyeksikan tumbuh sekitar 3,13 persen (yoy) secara agregat, dan dapat mencapai sekitar 4,5 persen pada skenario optimistis. Tanpa sektor pertambangan, pertumbuhan ekonomi bahkan diperkirakan berada di kisaran 6–7 persen.
Peningkatan belanja pemerintah, lonjakan kunjungan wisatawan pada akhir tahun, serta mulai pulihnya ekspor konsentrat tembaga menjadi faktor kunci pendorong pertumbuhan. Pemulihan ekspor ini tidak terlepas dari kebijakan relaksasi izin ekspor yang diberikan pemerintah pusat kepada PT Amman Mineral Nusa Tenggara pada akhir Oktober 2025, dengan kuota dan masa berlaku yang bersifat terbatas. Kebijakan tersebut berfungsi sebagai bantalan jangka pendek bagi perekonomian daerah, sehingga pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan IV 2025—termasuk sektor tambang—diperkirakan meningkat lebih tajam. Namun, karena relaksasi ini tidak dapat berlangsung lama, percepatan penyelesaian dan optimalisasi smelter menjadi kunci agar pemulihan tidak berhenti pada volume ekspor, melainkan bertransformasi menjadi sumber nilai tambah yang berkelanjutan dan fondasi kemandirian ekonomi NTB ke depan.
Menjaga Momentum dan Meningkatkan Kualitas Pertumbuhan
Potret ekonomi NTB sepanjang 2025 menunjukkan bahwa pemulihan sedang berlangsung, namun belum sepenuhnya merata. Tantangan ke depan bukan hanya menjaga momentum pertumbuhan, melainkan memastikan kualitas pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Akselerasi belanja publik yang produktif, penguatan ekonomi desa, serta konsistensi kebijakan hilirisasi dan konektivitas wilayah perlu menjadi prioritas utama agar fase transisi ini benar-benar bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas.*



