OpiniWARGA

Babak Baru Unram Refleksi Dies Natalis Unram ke-63: Antara Bayang-bayang Krisis Transparansi dan Krisis Inregritas

Oleh: Gumelar Fawaz – Ketua KAMMI Komisariat Majapahit dan Alumni Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram

Universitas Mataram (Unram) tengah memasuki babak baru dalam sejarahnya melalui perayaan Dies Natalis ke-63 dengan tema “Berdampak untuk Negeri, Pangan Berdaulat, Generasi Kuat, Bangsa Hebat.” Rangkaian kegiatan yang dimulai sejak 10 September, dilanjutkan seminar dan job fair pada 21–30 Oktober, Unram Expo pada 29–31 November, hingga puncak acara pada 15 Oktober, berlangsung meriah dan mengundang antusiasme publik.

Namun, kemeriahan ini tidak dapat menutupi kegelisahan yang muncul dari sebagian mahasiswa dan sivitas akademika. Dalam usia enam dekade, Unram justru dihadapkan pada tantangan mendesak terkait transparansi pengelolaan keuangan dan akuntabilitas publik. Momentum Dies Natalis seharusnya menjadi ruang refleksi kritis, bukan sekadar seremoni yang menjauh dari nilai kesederhanaan dan tanggung jawab moral kampus.

“Dies Natalis harus menjadi simbol kedewasaan, bukan ajang bermegah-megahan. Kampus harus menunjukkan komitmen pada transparansi dan akuntabilitas”.

Sorotan utama dalam penyelenggaraan Dies Natalis ini adalah komitmen agar tidak ada dana Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang digunakan dalam bentuk kegiatan seremonial. Hal ini bukan hanya tuntutan moral, tetapi memiliki dasar hukum yang jelas. Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 menegaskan bahwa UKT hanya dapat dipergunakan untuk kegiatan operasional pendidikan, peningkatan mutu akademik, fasilitas belajar, dan hal-hal yang berhubungan langsung dengan proses pembelajaran bukan untuk perayaan atau acara seremonial kampus.

Karena itu, mahasiswa mendesak pihak rektorat untuk membuka secara transparan rincian anggaran Dies Natalis dan sumber pendanaannya. Dalam kondisi ekonomi banyak mahasiswa yang masih sulit, akuntabilitas keuangan menjadi hal yang tidak dapat dinegosiasi. Transparansi anggaran bukan hanya tuntutan publik, tetapi bagian dari identitas kampus yang ingin tumbuh secara etis, jujur, dan bermartabat.

“Dies Natalis ke-63 ini harus menjadi cermin, apakah Unram sudah cukup jujur dan terbuka dalam mengelola sumber daya?,” tanya seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Pada akhirnya, refleksi adalah inti dari perayaan. Unram tidak hanya dituntut untuk tampil megah, tetapi juga berani menunjukkan integritas dalam setiap pengelolaan anggaran dan kebijakan publik.

Krisis Integritas dalam Proses Pemilihan Rektor Unram

Selain masalah transparansi Dies Natalis, Unram juga sedang berada dalam sorotan publik akibat isu integritas dalam proses pemilihan rektor (Pilrek) yang tengah berlangsung. Momentum besar usia enam dekade seharusnya menegaskan kualitas moral kepemimpinan kampus, bukan justru menampilkan potensi penyimpangan dan ketertutupan.

“Jangan sampai Unram diwarnai abuse of power dalam proses pemilihan rektor. Kampus bukan ruang politik kekuasaan, tetapi rumah intelektual yang menegakkan kejujuran dan meritokrasi,” tegas seorang aktivis mahasiswa.

Salah satu isu yang mencuat adalah penjatuhan sanksi etik terhadap seorang guru besar di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unram, spesialis THT-KL, yang dilakukan menjelang tahapan Pilrek. Banyak kalangan menilai keputusan ini mendadak, tidak transparan, serta berpotensi menimbulkan kecurigaan sebagai bentuk penjegalan politik di internal kampus.

Guru besar tersebut akhirnya menggugat Surat Keputusan (SK) Rektor ke PTUN Mataram dan melaporkannya ke Ombudsman NTB atas dugaan maladministrasi. Desakan kepada Kemendikbudristek agar menurunkan auditor independen semakin kuat, karena publik menilai proses etik dan Pilrek harus diawasi secara objektif dan bebas dari konflik kepentingan.

Situasi semakin kontradiktif ketika Unram kemudian mencabut SK etik terhadap seorang dosen di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (FATEPA) setelah muncul gugatan di PTUN. Langkah ini seakan mengonfirmasi adanya potensi kesalahan prosedur, bahkan memperkuat dugaan bahwa tata kelola etik di Unram belum sepenuhnya steril dari penyalahgunaan kewenangan.

“Jika kita benar ingin ‘berdampak untuk negeri’, maka integritas harus dimulai dari cara kampus ini memimpin, mengatur, dan mengambil keputusan,” tambah seorang mahasiswa lainnya.

Pemilihan rektor seharusnya mencerminkan nilai-nilai akademik, bukan kalkulasi kepentingan. Kampus adalah laboratorium kehidupan, tempat etika diuji dan kepercayaan publik dibangun. Karena itu, tata kelola Pilrek harus dilakukan secara transparan, adil, dan bebas dari tekanan kekuasaan.

Momentum Dies Natalis ke-63 seharusnya menjadi refleksi bersama: apakah Unram benar-benar siap naik kelas sebagai kampus yang bersih, transparan, dan berintegritas? Atau justru terjebak dalam praktik yang mencederai nilai-nilai dasar perguruan tinggi?

Dies Natalis ke-63 seharusnya menjadi momentum refleksi bagi Universitas Mataram untuk melihat dirinya dengan jujur: bahwa di balik capaian dan perayaan, masih ada pekerjaan rumah besar terkait transparansi pengelolaan kegiatan dan integritas dalam proses pemilihan rektor. Dua persoalan ini bukan isu kecil — ini adalah fondasi kepercayaan publik dan ukuran kualitas moral sebuah perguruan tinggi.

Universitas tidak hanya diukur dari gedung megah, akreditasi unggul, atau acara besar, tetapi dari kejujuran dalam mengelola amanah publik serta keberanian menjaga proses kepemimpinan yang bersih dan bebas dari kepentingan sempit.

Jika Unram benar-benar ingin “berdampak untuk negeri”, maka perubahan itu harus dimulai dari dalam: dari cara kampus menggunakan dana, dari cara kampus membuka informasi kepada publik, dan dari cara kampus memilih pemimpinnya tanpa abuse of power.

Hari ini, Unram berada di persimpangan antara harapan dan realitas.

Satu jalannya membawa kampus menuju universitas modern yang transparan, akuntabel, dan berintegritas.

Jalan lainnya membawa kampus kembali pada pola lama yang merusak kepercayaan mahasiswa dan masyarakat.

Momentum 63 tahun ini adalah pengingat bahwa tanpa transparansi dan integritas, semua capaian hanyalah ilusi.

Karena itu, sudah saatnya Unram menunjukkan keberanian untuk berbenah secara etis, bukan hanya secara seremonial. Hanya dengan itulah Unram layak menyandang predikat sebagai rumah ilmu pengetahuan, pembentuk karakter, dan penjaga nilai kebenaran bagi generasi penerus bangsa. (*)

IKLAN

Berita Terkait

Back to top button