Sumbawa

Warga Desak Pemutihan Tanah Pecatu, DPRD Sumbawa Dorong Kajian Teknis

Sumbawa Besar (NTBSatu) – Belasan warga Desa Lito, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa, mendesak pemutihan tanah pecatu yang telah lama mereka garap secara turun-temurun.

Desakan itu mereka sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Kabupaten Sumbawa, Rabu, 15 Oktober 2025.

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Sumbawa, Syaifullah memimpin rapat tersebut dan turut hadir Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), Bagian Hukum Setda Sumbawa, Badan Pertanahan Nasional, serta perwakilan masyarakat dan Lembaga Komunikasi Pemuda Sumbawa Timur.

Kepala BKAD Kabupaten Sumbawa, Kaharuddin menjelaskan, tanah pecatu merupakan bagian dari tanah bekas Swapraja yang sejak tahun 1970 telah menjadi aset negara berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 28/DDA/1970.

Dari total luas sekitar 815 hektar tanah eks Swapraja, sekitar 244 hektar untuk pecatu bagi 122 desa.

“Sejak tahun 2019, tanah ini telah masuk dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) dan tercatat sebagai Barang Milik Daerah. Hubungan hukum saat ini adalah sewa menyewa antara Pemda dan penggarap,” jelas Kaharuddin.

Perwakilan Bagian Hukum Setda Sumbawa, Lita Suriyani mengingatkan, penanganan tanah pecatu harus mengacu pada peraturan perundang-undangan, seperti PP Nomor 27 Tahun 2014, PP Nomor 28 Tahun 2020, dan Perda Kabupaten Sumbawa Nomor 5 Tahun 2024.

“Karena sudah menjadi aset daerah, proses pemutihan tidak bisa serta-merta dilakukan. Harus ada dasar hukum, kajian teknis, dan audit aset yang melibatkan pihak berwenang,” tegas Lita.

Sebut Pemutihan Bisa Melalui Reforma Agraria

Sementara itu, perwakilan Lembaga Pemuda Sumbawa Timur, Saiful menyuarakan keresahan warga yang telah menggarap tanah pecatu secara turun-temurun, namun belum memiliki kepastian hukum atas tanah tersebut. Ia menilai pemerintah daerah terkesan tidak berpihak pada rakyat kecil.

“Tanah ini sudah digarap secara turun-temurun, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Jangan sampai praktik kolonialisme terus hidup dalam sistem pemerintahan hari ini,” tegas Saiful.

Ia menambahkan, Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Reforma Agraria membuka peluang bagi tanah pecatu menjadi objek TORA (Tanah Objek Reforma Agraria).

“Sudah ada dasar regulasinya. Tinggal kemauan dari Pemda untuk membuka ruang pemutihan melalui reforma agraria,” tambah Saiful.

Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Sumbawa, Hj. Jamila menyatakan dukungan penuh terhadap usulan warga. Ia menilai, warga yang telah menggarap tanah selama bertahun-tahun layak mendapatkan kepastian hukum melalui proses pemutihan.

“Saya mendukung sepenuhnya agar tanah pecatu ini untuk masyarakat penggarap. Ini soal keadilan,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi III lainnya, Andi Rusni mengingatkan meskipun aspirasi masyarakat valid, proses pemutihan tetap harus sesuai mekanisme hukum.

“Kita tidak bisa langsung memutuskan, karena ini menyangkut regulasi pusat dan daerah. DPRD akan mengawal dan mendorong kajian teknis agar semuanya jelas,” ungkapnya.

Menutup rapat, Ketua Komisi III, Syaifullah menegaskan, DPRD tidak akan melempar tanggung jawab kepada eksekutif.

“Permohonan pemutihan memang menjadi kewenangan Pemda, tetapi DPRD tidak akan tinggal diam. Kami ingin tahu dasar hukumnya dan akan mengawal ini hingga ada kepastian,” tegasnya.

Syaifullah menambahkan, langkah selanjutnya adalah penyusunan rekomendasi resmi dari Komisi III kepada Bupati Sumbawa agar dilakukan kajian teknis menyeluruh melibatkan semua pihak.

“Kita ingin semua proses ini berjalan transparan, tidak sepihak, dan mengedepankan keadilan. Jangan sampai masyarakat terus-menerus dibebani sewa tanpa kejelasan status,” tutupnya. (*)

Berita Terkait

Back to top button