Delapan Kasus Pernikahan Anak di Mataram, Dua Pasangan Tetap Dinikahkan

Mataram (NTBSatu) – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram mencatat, delapan kasus pernikahan anak sepanjang 2025.
Dari jumlah itu, enam pasangan berhasil dicegah untuk menikah, sementara dua pasangan lainnya tetap dinikahkan karena faktor tertentu.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala DP3A Kota Mataram, Yunia Arini mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya pencegahan melalui edukasi dan mediasi keluarga.
Namun, dua kasus tidak bisa dibatalkan karena dorongan sosial dan keputusan keluarga.
“Dari delapan kasus yang kami tangani, enam bisa belas (dipisahkan). Tetapi dua pasangan tetap menikah karena alasan tertentu dan sudah terlanjur mendapatkan restu keluarga,” ujar Yunia, Jumat 10 Oktober 2025.
Yunia menjelaskan, pernikahan anak termasuk dalam kategori kekerasan terhadap anak dan bisa mendapat sanksi pidana sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPPKS).
“Menikahkan anak di bawah umur bisa dipidana. Dalam TPPKS, pihak yang menikahkan juga dapat sanksi hukum,” tegasnya.
Kasus pernikahan anak di Mataram umumnya melibatkan perempuan di bawah umur dengan pasangan laki-laki dewasa. Namun, di beberapa kasus, keduanya masih berstatus anak-anak.
“Kami pernah tangani kasus di mana laki-laki sudah dewasa, tetapi perempuan masih anak. Kami edukasi mereka tentang konsekuensi hukumnya. Kalau keluarga perempuan melapor, laki-laki bisa dijerat sanksi,” jelasnya.
Menurut Yunia, dua kasus yang tetap dinikahkan menjadi pengingat pencegahan tidak cukup hanya dari pemerintah. Keterlibatan masyarakat dan keluarga sangat penting untuk menekan praktik pernikahan dini.
“Kalau semua pihak ikut membantu memberikan pengertian, insyaAllah bisa kita cegah bersama. Ini bukan hanya soal aturan, tetapi masa depan anak,” ujarnya.
DP3A Kota Mataram juga memastikan, anak-anak yang sudah menikah tetap mendapatkan pendampingan pendidikan dan kesehatan.
“Kami pastikan mereka tetap bisa sekolah minimal sampai tamat SMA, dan kalau hamil harus tetap memeriksa kesehatan. Pernikahan tidak boleh memutus masa depan mereka,” tutup Yunia. (*)