Jeritan Hati Orang Tua Farhan Hamid, Anaknya Raib Misterius Pasca Demo Agustus!

Mataram (NTBSatu) – Tiga mahasiswa hilang usai aksi unjuk rasa yang berlangsung akhir Agustus 2025. Nama mereka yaitu Muhammad Farhan Hamid, Bima Permana Putra, dan Reno Syahputeradewo.
Ketiga mahasiswa tersebut menghilang sejak 31 Agustus 2025 tanpa memberikan kabar apa pun.
Sejak kehilangan tersebut, keluarga para mahasiswa terus berharap kepulangan anak-anak mereka.
Termasuk orang tua Farhan Hamid yang sampai sekarang masih memendam rasa cemas sekaligus menanti kehadiran putranya dengan penuh harapan.
“Terhitung sejak Jumat, 29 Agustus 2025, sampai saat ini kami belum juga menemukan dimana keberadaan anak kami, Muhammad Farhan Hamid. Dan saya berharap kepada semua pihak untuk membantu menemukan anak kami,” ungkap orang tua Farhan, mengutip Instagram @pedeoprohect, Sabtu, 13 September 2025.
Sebagai Informasi, KontraS menerima aduan terkait hilangnya mahasiswa tersebut setelah aksi berlangsung di Jakarta.
KontraS lalu mendirikan Posko Orang Hilang untuk menampung aduan masyarakat sepanjang aksi.
Hasil kerja posko tercatat dalam laporan berjudul “Mereka Tidak Hilang, Mereka Dihilangkan Paksa”.
Dokumen tersebut menyebut ada 44 laporan orang hilang sepanjang aksi 25-31 Agustus.
Sebanyak tiga orang masih hilang, yaitu Farhan, Reno, serta Bima hingga saat ini.
Farhan dan Reno terakhir terlihat di Brimob Kwitang, sedangkan Bima terlihat di Glodok.
KontraS menilai kasus tersebut memenuhi unsur praktik penghilangan paksa terhadap warga sipil.
Mereka menyebut aparat melakukan penahanan, memutus komunikasi, serta menolak pendampingan hukum korban.
Kondisi itu menempatkan korban tanpa perlindungan dan membuka risiko penyiksaan serta tekanan.
Temuan itu sesuai dengan unsur penghilangan paksa dalam Konvensi Internasional yang ditandatangani Indonesia tahun 2010, namun belum diratifikasi.
“KontraS menyimpulkan bahwa tindakan penghilangan paksa yang terjadi selama periode gelombang demonstrasi 25-31 Agustus adalah pelanggaran HAM dan negara wajib melakukan upaya pencegahan keberulangan di masa depan,” ujar Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, Mengutip KontraS, Sabtu, 13 Agustus 2025
KontraS mendesak pemerintah segera meratifikasi konvensi dan menghentikan normalisasi kekerasan aparat.
Mereka menegaskan penghilangan paksa merupakan pelanggaran serius yang tidak dapat dibenarkan.
“Penghilangan paksa, dalam bentuk apa pun, adalah pelanggaran serius yang tidak bisa dibenarkan dalam situasi apa pun,” tegas Dimas. (*)