Ombudsman Telusuri Kematian Bayi di Lombok Timur yang Diduga tak Dapat Pelayanan

Mataram (NTBSatu) – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB), atensi serius kasus kematian bayi berusia tiga bulan di Lombok Timur.
Kepala Ombudsman NTB, Dwi Sudarsono menyatakan, pihaknya sedang memantau perkembangan kasus tersebut dan tidak menutup kemungkinan akan turun langsung ke lapangan.
“Ombudsman sedang memantau kasus ini. Kemungkinan akan turun ke lapangan. Akan klarifikasi dulu di RS Patuh Karya,” ujar Dwi Sudarsono, Selasa, 9 September 2025.
Kasus bermula ketika Suhirman, warga Dusun Batu Nampar Malaka, Desa Batu Nampar Selatan hendak membawa anaknya berobat ke puskesmas. Namun tak dapat pelayanan serius meski kondisinya darurat.
Bayinya yang bernama Ahmad Al Farizi Arham, berusia tiga bulan 20 hari meninggal dunia. Dugaannya, tidak mendapatkan pelayanan medis memadai di Puskesmas Sukaraja. Kejadian pada Sabtu malam, 5 September 2025.
Menurut penuturan keluarga, mereka melarikan bayi Ahmad ke puskesmas sekitar pukul 21.00 Wita dalam kondisi kesehatan yang menurun.
Namun, bukannya pertolongan medis. Petugas hanya mengeluh tidak tersedia obat sirup dan tidak ada dokter jaga. Perawat juga hanya memegang tangan bayi tanpa melakukan pemeriksaan lanjutan.
Ayah korban kemudian mencari obat sirup ke apotek sekitar. Setelah itu, keluarga membawa pulang sang bayi tanpa mendapatkan arahan rujukan resmi dari puskesmas.
Kondisi bayi semakin memburuk, hingga pada Minggu dini hari sekitar pukul 01.30 Wita, Ahmad meninggal dunia sesaat setelah tiba di Rumah Sakit Patuh Karya Keruak.
Keluarga menilai Puskesmas Sukaraja lalai dalam memberikan layanan kesehatan. Mereka menyayangkan tidak adanya langkah medis darurat maupun rekomendasi rujukan resmi. Warga sekitar juga ikut mempertanyakan kualitas layanan di puskesmas tersebut.
Bantahan Puskesmas Sukaraja
Menanggapi tudingan itu, Kepala Puskesmas Sukaraja, Muksan Efendi, membantah bahwa pihaknya tidak memberikan pelayanan. Ia menegaskan bayi Ahmad tidak meninggal di puskesmas, melainkan di RS Patuh Karya Keruak.
Muksan menjelaskan, pasien datang sekitar pukul 21.00 Wita dengan keluhan muntah dan diare. Petugas piket kemudian menyarankan keluarga segera merujuk bayi ke rumah sakit karena kondisi berusia tiga bulan berisiko tinggi gagal pemasangan infus.
“Petugas khawatir karena usianya masih tiga bulan. Makanya harus ke rumah sakit agar bisa mendapat cairan dan penanganan maksimal,” ungkap Muksan.
Namun, kata dia, keluarga tetap meminta obat sirup. Karena kebutuhannya bukan sirup, petugas menyampaikan tidak tersedia obat jenis tersebut di unit gawat darurat.
Setelah itu, keluarga justru memilih mencari sirup di apotek H. Amir dan membawa pulang bayi, bukan langsung menuju rumah sakit.
“Jadi kronologis di puskesmas jelas, pasien sudah disarankan ke rumah sakit. Hanya saja keluarga tidak langsung membawa ke RS Patuh Karya, tapi pulang dulu dengan membawa sirup. Itu yang harus diluruskan,” tegas Muksan. (*)