Politik

Komisi I DPR RI Ingatkan Gubernur Iqbal Terkait Pembenahan Tata Kelola Bank NTB Syariah

Rachmat menyarankan, harus pula ada uji rekam jejak. Termasuk keterlibatan dalam catatan-catatan negatif sebelumnya. Atau juga praktik rasuah atau penyalahgunaan wewenang.

Ia menambahkan, tanpa uji-uji tersebut, jabatan strategis di Bank NTB berpotensi diisi individu yang tidak kompeten atau bahkan berpotensi menyalahgunakan kekuasaan.

Dalam hal ini, Gubernur Iqbal, sambungnya, harus tegas. Sebab, belum apa-apa, kini sudah muncul kekhawatiran, Tim Pansel akan melibatkan pejabat Pemprov NTB yang namanya justru kini disebut-sebut oleh penegak hukum potensial sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi.

”Di banyak tempat, banyak kasus kegagalan bank daerah di masa lalu berawal dari lemahnya tata kelola dan integritas manajemen puncak. Mereka lahir dari keterlibatan pihak-pihak yang nihil integritas dan kredibilitas,” kata Rachmat mengingatkan.

Celah Lahirnya Keputusan Keliru

Gubernur, menurutnya, tak boleh menerima mentah-mentah laporan bawahannya. Pemimpin daerah yang menerima mentah-mentah laporan anak buah adalah celah lahirnya keputusan yang keliru.

Imbasnya, akan mustahil mewujudkan NTB Makmur Mendunia dalam lima tahun, jika Gubernur Iqbal menerima mentah-mentah laporan anak buah.

Apalagi jika ditopang pejabat daerah yang tidak kompeten dan hanya menyampaikan laporan semata ”Asal Bapak Senang”.

Ia misalnya menyoroti bagaimana ketika panen raya padi di Desa Teruwai, Lombok Tengah, yang dipimpin secara daring oleh Presiden Prabowo Subianto, sepekan setelah Lebaran, Gubernur Iqbal melaporkan produksi padi di NTB sudah mencapai 11 hingga 12 ton per hektare.

Hal yang dinilai Rachmat justru menjurus kepada kebohongan publik. Mengingat sulitnya menemukan fakta tersebut dalam kondisi riil sektor pertanian NTB saat ini.

”Publik tidak buta. Ketidakcermatan seperti ini juga hanya akan melahirkan kegaduhan-kegaduhan,” tegasnya.

Mantan pimpinan DPRD NTB yang sudah sembilan periode menduduki jabatan wakil rakyat ini tahu persis sejarah produktivitas tanaman padi di NTB. Mulai dari zaman padi Gogo Rancah saat Gubernur Gatot Soeherman yang memimpin NTB periode 1978–1988, hingga zaman pertanian yang modern saat ini.

Sehingga, ia juga tahu menghasilkan delapan ton saja dalam satu hektare lahan adalah hal yang sudah sangat sulit tercapat oleh rata-rata petani NTB saat ini.

”Gubernur yang hanya menerima laporan, rentan kehilangan arah. Gubernur harus kritis, bukan sekadar percaya,” tutup Rachmat. (*)

Laman sebelumnya 1 2

Alan Ananami

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button