Hukrim

Dua Tersangka Dugaan Korupsi Gedung Shelter Tsunami Lombok Utara Ditahan di Lapas Berbeda

Mataram (NTBSatu) – Dua terdakwa perkara korupsi pembangunan gedung shelter tsunami Lombok Utara, Aprialely Nirmala dan Agus Heriyanto tiba di Lapas wilayah NTB, Selasa, 21 Januari 2025.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memindahkan dua tahanan tersebut di Lapas berbeda. Aprialely di Lapas Perempuan Kelas III Mataram. Sedangkan, Agus Hariyanto di Lapas Kelas IIA Lombok Barat.

“Hari ini kami resmi memindahkan dua terdakwa perkara tipikor perkara korupsi pembangunan shelter tsunami di NTB,” jelas JPU KPK, Greafik Loserte.

Dalam proses pemindahan kedua terdakwa ini, KPK mendapat bantuan pengawalan dari tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Sidang perdana kedua tersangka akan berlangsung, Rabu, 22 Januari 2025 di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram.

“Dengan agenda pembacaan dakwaan,” ujarnya.

Penahanan Selama 20 Hari

Lembaga antirasuah menahan keduanya selama 20 hari. Terhitung sejak Senin, 30 Desember 2024 hingga 18 Januari 2025.

“Penahanan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Kelas I Jakarta Timur,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.

Proyek tersebut memakan Rp20 miliar. Prakiraan kerugian negara pun sebesar itu, menyusul kasus ini total loss.

Gedung yang bertempat di Desa Bangsal, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara itu tak bisa digunakan sejak awal. Mulanya, gedung shelter untuk dirancang untuk menahan gempa sebesar 9 skala ricther. Namun dalam perjalanannya, selama gempa 6,4 dan 7,0 pada tahun 2019 lalu gedung tersebut sudah dalam keadaan rusak.

Kedua tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Riwayat Kasus

Sebagai informasi, Gedung TES atau shelter tsunami Lombok Utara merupakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggungan Bencana (BNPB). Realisasi pekerjaan melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya NTB.

Sementara pelaksana proyek adalah PT Waskita Karya. Pembangunannya pada Agustus 2014 dengan menelan anggaran Rp21 miliar. Sumbernya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pada 16 Juli 2017, proyek gedung dengan daya tampung sekitar 3.000 orang ini telah diserahterimakan ke Pemda Lombok Utara. Setelah menerima, Pemda tidak bisa menggunakan gedung sesuai peruntukannya. Dugaannya, gedung itu mangkrak.

Gedung yang bertempat di Jalan Bangsal Baru, Desa Pemenang Barat, Lombok Utara itu mengalami rusak parah pada tahun 2018. Dugaannya akibat gempa 7,0 skala ricther.

Pada tahun 2015 Polda NTB pernah mengusut perkara ini. Dalam proses penyelidikan, kepolisian sempat menggandeng tenaga ahli dari Institut Teknologi Sepuluh November.

Namun, kepolisian mengehentikan pengusutan kasus pada akhir 2016. Alasannya merujuk pada hasil analisa ahli.

Lembaga antirasuah pun kembali mengusut korupsi gedung shelter tsunami tersebut. Di NTB, penyidik KPK telah turun dan memeriksa sejumlah pihak. Salah satunya PPK proyek. Pemeriksaan berlangsung di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB pada 16 Maret 2023 lalu. (*)

Show More

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button