Kabupaten Bima

KBGO Menghantui Remaja Perempuan di Bima

Bima (NTBSatu) – Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), kini menghantui remaja perempuan di Kabupaten Bima. Bahkan, tidak sedikit di antaranya berujung kasus pelecehan seksual.

Dari data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bima, tercatat 53 kasus kekerasan seksual selama tahun 2024. Jumlah itu meningkat daripada tahun 2023, sebanyak 40 kasus.

Dari jumlah kasus tersebut, 70 persen di antaranya merupakan korban KBGO. Bentuk kekerasan tersebut seperti mengalami pelecehan online (cyber harassment), ancaman penyebaran foto atau video pribadi, pencemaran nama baik (online defamation), dan lain-lain.

Kasus Pertama

Contohnya, kasus yang cukup heboh dan menyita perhatian banyak pihak pada pertengahan 2024 lalu. Seorang siswi SMA disetubuhi 12 remaja. Kasus itu berawal, korban tukaran nomor handphone (HP) dengan salah satu terduga pelaku lewat media sosial Facebook.

Setelah berkenalan, keduanya pun sepakat untuk berpacaran. Selama menjalin hubungan, korban tidak sadar dijebak oleh pacarnya.

IKLAN

Terduga pelaku, rupanya diam-diam merekam video mesum mereka yang hanya memperlihatkan wajah korban. Video itu lalu dijadikan alat oleh pelaku untuk memeras dan mengancam korban.

Terakhir, korban diajak jalan-jalan di sebuah rumah lalu diminta untuk melayani sejumlah rekannya. Korban terpaksa menuruti permintaan terduga pelaku yang juga pacarnya itu untuk melayani sejumlah rekannya, karena takut videonya disebar.

Kasus persetubuhan itu terjadi di dua lokasi berbeda pada hari yang sama. Jumlah terduga pelaku sebanyak 12 orang, satu orang di antaranya usia dewasa. Setelah kasus itu dilaporkan, semua terduga pelaku berhasil diamankan di Polres Bima.

Kasus Kedua

Kasus yang tidak kalah miris lain terjadi di Kecamatan Sape. Korbannya adalah seorang remaja perempuan yang masih duduk di bangku SMP.

Kasus ini memang tidak banyak yang ketahui. Sayangnya, kasus tersebut justeru berakhir damai di Polres Bima Kota. UPT PPA dan Peksos Kemensos menyangkan penyelesaian kasus tersebut. Namun hal itu sudah menjadi pilihan pihak keluarga demi menjaga psikologis korban.

Kasus tersebut bermula saat korban membuka siaran langsung di akun media sosial pribadinya. Video live korban cukup banyak ditonton hingga muncul. Beragam tanggapan mengisi kolom komentar.

Salah satu komentar itu berasal dari pria yang tidak ia kenal dan meminta nomor HP. Tanpa pikir panjang, korban pun mengirim kontaknya lewat pesan salah satu aplikasi. Setelah itu, mereka pun berkenalan.

Petaka gadis remaja itu berawal, ketika pelaku menghubungi korban pertama kali lewat video call dengan cara tak senonoh. Ia tiba-tiba menunjukan kemaluannya , etika korban sudah membuka layar panggilan. Korban sempat mengakhiri panggilan itu, karena geram. Sayangnya, tangkapan layar wajah korban dengan kemaluan pelaku sudah di screenshoot.

Tangkapan layar tersebut akhirnya dijadikan senjata untuk mengendalikan korban. Pelaku mengancam menyebarkan tangkapan layar itu jika tidak menuruti keinginannya. Mulanya pelaku meminta korban untuk video call seks (VCS) dan direkam. Karena takut, korban terpaksa menuruti.

Tidak hanya itu, korban juga diminta untuk mengirim foto bugilnya hingga melayani pelaku berhubungan badan. Bahkan korban dipaksa buat video mesum dengan pacarnya. Koleksi video dan foto tak senonoh korban yang dikirim ke palaku pun sudah tak terhitung.

Belakangan diketahui, video syur dan foto-foto korban dijual terduga pelaku ke salah satu situs dewasa untuk mendapatkan keuntungan. Korban yang tidak tahan dengan perlakuan pelaku akhirnya menceritakan ke orang tuanya.

Kasus itu sempat diusut setelah pelaku ditangkap aparat Polres Bima Kota. Meskipun akhirnya kasus itu berujung damai.

Tanggapan Pemerintah

Peksos Kemensos Kabupaten Bima, Abd Rahman Hidayat mengatakan, penggunaan media sosial yang sangat masif memiliki pengaruh, dampak, dan risiko besar akan munculnya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Ini menunjukkan pentingnya literasi tentang keamanan digital sebagai bentuk pencegahan kekerasan atau KBGO.

Seperti kasus siswa disetubuhi 12 remaja dan persetubuhan di Kecamatan Sape yang cukup menyita perhatian kata Dayat, bermula dari media sosial. Meskipun salah satu kasus tersebut berakhir damai, karena pertimbangan psikologis korban.

Dua kasus tersebut menunjukan, kalangan remaja di Bima rentan menjadi korban KBGO. Bahkan beberapa kasus lain yang pihaknya tangani, modusnya hampir sama. Berawal dari kenalan di media sosial, tukaran nomor HP lalu pacaran melampaui batas seperti VCS, foto syur hingga membuat video rekaman berhubungan. Tanpa sadar, tindakan itu justeru jadi bumerang bagi mereka.

“Dari data kasus yang kami tangani, sebagian besar korban usia 14 hingga 20 tahun. Korban anak ini kebanyakan berasal dari keluarga ekonomi ke bawah. Ada juga ditinggal bekerja orang tuanya hingga broken home,” kata Dayat, Selasa, 14 Januari 2025.

Dayat menilai kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bima bak fenomena gunung es. Bahkan tidak sedikit kasus pelecehan yang tak terungkap, karena korban takut melapor.

“Korban takut melapor ini bisa jadi karena ada ancaman dari pelaku, trauma hingga malu diketahui warga. Ada juga yang mengaku bingung harus melapor kemana,” ungkap Dayat.

Faktor Penyebab Tingginya Kasus

Tingginya kasus pelecehan terhadap remaja perempuan di Bima, salah satu penyebabnya kurang pengawasan orang tua. Selain itu, juga pengaruh media sosial, kebebasan berpacaran hingga lingkungan pergaulan.

“Di Bima sekarang, orang tua kebanyakan lebih mementingkan hewan peliharaan ketimbang anak. Terkadang anak ditinggal berminggu-minggu demi menjaga tanaman di ladang. Apalagi sekarang era digital, semua kalangan bisa mengakses internet,” ujarnya.

Seiring kebebasan penguasaan teknologi, kalangan remaja rentan mengalami KBGO. Penyebabnya karena pemahaman generasi muda tentang menjaga privasi digital masih sangat awam.

Di era sekarang kata dia, remaja juga harus mengetahui mengenai berbagai bentuk pelecehan yang dapat dialami selama berselancar di ruang digital. Jenis-jenis pelecehan online yang berbentuk flaming hingga ajakan dan pengancaman belakangan ini sering terjadi tanpa disadari.

“Remaja-remaja sekarang bahkan tanpa sadar terjebak dalam bentuk pelecehan ini. Terkadang hal itu dianggap biasa. Ini yang mesti perlu diwaspadai. Karena bisa saja itu dijadikan peluang bagi pelaku untuk menjebak korban,” harap dia.

Dayat menjelaskan, Peksos Kemensos RI kini sudah memiliki program goes to school. Gebrakan ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan serta melindungi generasi muda dari berbagai ancaman kekerasan.

Selain itu, mereka juga diminta harus berani melapor ke orang tua, teman, APH maupun PPA ketika mengalami tindakan kekerasan maupun pelecehan. Baik itu pelecehan fisik maupun verbal.

“Kami dan UPT PPA juga membuka aduan bagi perempuan dan anak korban kekerasan dalam bentuk apapun. Kami siap memberikan pendampingan dan perlindungan. Intinya, jangan takut melapor,” pungkasnya.

Hal senada juga Kepala UPT PPA Kabupaten Bima, Muhammad Umar sampaikan. Ia mengaku, kasus kekerasan seksual di Kabupaten Bima meningkat dari tahun sebelumnya.

“Ada peningkatan sekitar 10 kasus. Sebagian besar korban usia remaja atau anak di bawah umur,” jelas Umar, Selasa, 14 Januari 2025. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button