
Jakarta (NTBSatu) – Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Johan Rosihan membantah klaim kelompok nelayan Jaringan Rakyat Pantura (JRP), yang bertanggung jawab memasang pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Pantai Utara Tangerang, Banten.
“Saya ingin menegaskan, bahwa klaim kelompok nelayan JRP tersebut tidak berdasar dan perlu diverifikasi secara mendalam,” tegasnya melalui akun Instagram-nya @johanrosihan yang NTBSatu kutip, Rabu, 15 Januari 2025.
Johan mengatakan, pemagaran laut tersebut adalah tindakan serius yang harus diusut tuntas. Sebab, berdampak pada akses nelayan tradisional dan ekosistem pesisir
Menurutnya, nelayan tradisional di wilayah Pesisir Utara Tangerang selama ini telah menjadi korban dari adanya pagar laut tersebut.
“Nelayan kita telah menyampaikan keluhan tentang sulitnya mengakses area penangkapan ikan. Sangat tidak masuk akal, jika mereka justru disebut sebagai pihak yang memasang pagar ini,” tambahnya.
Legislator Senayan dari Dapil NTB 1 itu meminta pemerintah daerah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi menyeluruh. Ia juga menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam proses penyelesaian masalah ini.
“Pemagaran laut seperti ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Serta, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jika tidak ada izin atau kajian lingkungan yang jelas, tindakan ini adalah pelanggaran hukum yang tidak bisa dibiarkan,” ungkapnya.
Sebagai Wakil Rakyat, Johan menyerukan agar hak-hak nelayan tradisional mendapat perlindungan.
“Kehidupan nelayan kita bergantung pada akses ke laut. Setiap tindakan yang membatasi hak mereka harus dihentikan, dan dikaji secara serius untuk memastikan pembangunan tetap berkeadilan dan berkelanjutan,” ujarnya.
Berhenti Adu Domba Rakyat
Johan juga mengingatkan kepada siapapun yang punya proyek pagat laut ini, untuk berhenti mengadu domba rakyat dengan klaim tidak bertanggung jawab.
“Karena untuk makan sehari-hari saja, nelayan kita susah. Apalagi berpikir untuk memagari laut sepanjang 30 kilometer lebih, mustahir lah. Baiknya, kalian ngaku saja dan bertanggung jawab, atas kejahatan yang sudah kalian lakukan ini,” jelasnya.
Ia pun berkomitmen, untuk terus mengawal isu ini. Serta, memastikan segala bentuk pelanggaran hukum yang berdampak kepada masyarakat pesisir dapat pemerintah atasi dengan cepat.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kami mendesak transparansi penuh dari semua pihak terkait,” tutupnya.
Simpang Siur Informasi Pemilik Pagar Laut
Sebagai informasi, di tengah upaya Kementrian KKP membongkar dalang pembuat pagar bambu setinggi 6 meter itu, warga Pantura tiba-tiba membuat pengakuan. Kelompok nelayan JRP mengklaim pagar laut tersebut merupakan ulah mereka.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja mengatakan, masyarakat setempat yang merupakan perkumpulan nelayan membangun pagar itu. Tujuannya adalah mitigasi bencana tsunami dan abrasi.
“Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami,” bebernya, Sabtu, 11 Januari 2025, mengutip Antara.
Akan tetapi, klaim JRP itu bertentangan dengan nelayan lain di pesisir laut. Laporan warga yang resah juga menjadi titik awal pemerintah bergerak.
Pembangunan pagar laut misterius Tangerang itu mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan 502 pembudidaya di lokasi tersebut. (*)