ADVERTORIALBappeda NTB

Satpol PP NTB Sosialisasikan Pemberantasan Rokok Ilegal di Kabupaten Bima Lewat Atraksi Genda To’i

Mataram (NTBSatu) – Satpol PP NTB melakukan sosialisasi pemberantasan rokok ilegal di Kabupaten Bima, melalui atraksi budaya genda to’i. Kegiatan sosialisasi tersebut telah berlangsung Rabu, 18 September 2024.

Kabid Linmas Satpol PP NTB, Rony Agustian Fareki mengatakan, pihaknya memiliki peran strategis dalam mengkoordinasikan program Pemberantasan Barang Kena Cukai Ilegal di 10 Kabupaten dan Kota untuk mendukung bidang penegakan hukum.

Penegakan hukum tersebut meliputi kegiatan pengumpulan informasi peredaran barang kena cukai ilegal, kegiatan operasi pemberantasan barang kena cukai ilegal bersama dengan Kantor Wilayah Bea Cukai dan Kantor Pelayanan Bea Cukai setempat yang diinisiasi oleh Pemerintah Daerah.

IKLAN

“Pengumpulan informasi peredaran rokok ilegal di daerah perlu di lakukan secara terencana, terkoordinir, dan terpadu. Untuk itu perlu pembekalan teknis operasional Pemberatasan Barang Kena Cukai Ilegal melalui kegiatan sosialisasi semacam ini,” jelas Agustian.

Kasi Penyuluhan dan Pengawasan Internal KPPBC Sumbawa, Ariek Sulistyo Kusumo mengatakan, Bea Cukai secara berkelanjutan berperan sebagai community protector. Tugasnya melakukan upaya preventif dalam mengatasi maraknya peredaran rokok ilegal.

Upaya tersebut dilakukan melalui sosialisasi tentang ciri-ciri rokok ilegal, modus penyebaran, dan dampak negatifnya bagi masyarakat dan negara.

IKLAN

“Sosialisasi gempur rokok ilegal merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Bea Cukai sebagai bentuk upaya pencegahan peredaran rokok ilegal. Secara garis besar kami menekankan empat ciri rokok ilegal, yaitu rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan,” terang Ariek.

Sementara itu, Camat Kecamatan Bolo, Hj. Arabiyah menambahkan, melalui sosialisasi ini pihaknya mengajak masyarakat terlibat secara aktif menyosialisasikan ketentuan cukai khususnya rokok. Serta, memotivasi warga masyarakat untuk berperan dalam pemberantasan dan mencegah peredaran rokok ilegal/tanpa cukai.

“Melalui sosialisasi ini, para peserta bisa menyebarluaskan di lingkungan masing-masing. Sehingga secara masif informasi terkait dengan sosialisasi ketentuan di bidang cukai tembakau bisa tersampaikan kepada masyarakat luas,” harapnya.

Karena, produk tembakau yang bercukai legal, merupakan kontribusi terhadap negara dari pendapatan pajak, dari cukai. Sementara yang ilegal dapat menimbulkan kerugian yang besar untuk negara, ucap Arabiyah.

Salah satu peserta dalam kegiatan tersebut menyampaikan, sosialisasi ini perlu adanya tindak langsung dalam penegakannya. Tidak hanya sebatas forum dalam ruangan saja untuk mewujudkan optimalisasi pemberantasan rokok ilegal di Kabupaten Bima khususnya.

“Saya sangat mendukung kegiatan ini untuk ditindak lanjuti agar bertambah wawasan masyarakat dalam hal dampak menjamurnya rokok ilegal dan juga disisi lain untuk meningkatkan pendapatan negara dan daerah sebagaimana tema pada sosialisasi ini,” tukasnya.

Mengenal Cukai dan Ketentuannya

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Kemudian, ada beberapa kriteria sehingga barang-barang tertentu dapat dikenakan cukai, yaitu konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Hal ini juga diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Untuk diketahui, hasil tembakau merupakan barang yang dikenai cukai bertarif paling tinggi. Berikut ketentuannya:

A. Untuk yang dibuat di Indonesia:

  1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik.
  2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

B. Untuk yang diimpor:

  1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk
  2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

Tarif cukai dapat diubah dari persentase harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai atau sebaliknya atau penggabungan dari keduanya. Sebagaimana definisi dan kriteria barang kena cukai, tarif cukai juga diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Larangan dan Sanksi

Sebagai informasi, salah satu pelanggaran terhadap cukai adalah peredaran rokok ilegal. Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 57 dan pasal 58 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

Dalam Pasal 57, “Setiap orang yang tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau tanda pengaman sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan dan/atau pidana denda paling sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Dalam pasal 58, “Setiap orang yang menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kepada yang tidak berhak atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Pemanfataan Hasil Cukai

Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Mataram, Adi Cahyanto mengatakan, cukai adalah instrumen penerimaan negara. Selain pengendalian, cukai dapat berdampak pada penerimaan negara. Karena, terdapat pungutan yang masuk ke negara melalui cukai.

“Jadi, cukai bermanfaat untuk mengawasi peredaran. Apabila tidak terdapat pita cukai dalam bungkus rokok, kami akan melakukan penindakan,” beber Adi.

Sebagai informasi, salah satu pemanfaatan cukai berupa DBH-CHT yang dialokasikan setiap tahun di berbagai daerah, termasuk NTB.

Menurut Kepala Bappeda NTB, Dr. H. Iswandi, NTB memperoleh DBH-CHT lantaran menjadi salah satu daerah yang paling produktif memproduksi tembakau dan menghasilkan cukai.

“Pemerintah provinsi serta pemerintah kota dan kabupaten harus bersinergi agar pemanfaatan DBH-CHT dapat tepat sasaran,” pungkas Iswandi. {*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button