Mataram (NTBSatu) – Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia melaporkan, deflasi secara bulanan (month to month/MtM) sebesar 0,12 persen pada September 2024.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, deflasi pada September 2024 terpantau lebih dalam dibanding deflasi Agustus 2024 yang sebesar 0,03 persen.
“Deflasi pada September 2024 pun menjadi deflasi kelima sepanjang 2024 dan menjadi deflasi terdalam kedua sejak periode Mei 2024,” ucapnya dalam kanal YouTube, berita resmi statistik, Selasa, 1 Oktober 2024.
Amalia menyebut, deflasi pada September 2024 salah satunya berasal dari deflasi komponen harga bergejolak. BPS mencatat, komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34 persen (MtM) dengan andil deflasi sebesar 0,21 persen.
“Angkanya juga terpantau lebih dalam dengan Agustus 2024 yang sebesar 1,24 persen (MtM). Kalau secara tahunan, komponen harga bergejolak mengalami inflasi sebesar 1,43 persen dengan andil inflasi 0,23 persen,” jelasnya.
Melihat trennya sejak 2020, tingkat inflasi komponen harga bergejolak berfluktuasi. Komponen ini pernah mengalami inflasi tertinggi pada Juni 2022, yakni sebesar 2,51 persen (MtM).
Di sisi lain, komponen ini pernah mengalami deflasi terdalam pada Agustus 2022, yakni 2,90 persen (MtM). Meski komponen harga bergejolak telah mengalami deflasi selama 6 bulan berturut-turut, tingkat deflasinya masih belum melampaui deflasi yang terjadi pada Agustus 2022.
Sebagai informasi, inflasi komponen bergejolak atau (volatile goods) merupakan indikator inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya cukup fluktuatif atau bergejolak. Hal ini lantaran faktor penyebabnya adalah bahan makanan yang harganya rentan bergejolak. (*)