Lombok Timur (NTBSatu) – Lantaran jenuh terus mendapat tudingan punya ilmu hitam oleh masyarakat sekitar, seorang warga Dusun Gerintuk, Desa Setanggor, Kabupaten Lombok Timur, Maisaroh (45) melapor ke kantor desa setempat.
Menurut pengakuan Maisaroh, ia terpaksa memasukkan laporan karena terus-terusan mendapat tudingan punya ilmu jahat hingga masyarakat mengucilkan dirinya.
“Sudah lama saya merasa orang-orang menjauhi saya, karena ada fitnah yang mengatakan kalau orang yang lihat mata saya, mereka akan sakit,” kata Sarah, sapaan akrabnya, Selasa, 13 Agustus 2024.
Ia mengungkapkan, tudingan itu pertama datang dari sepupunya sendiri sejak beberapa tahun lalu. Bukan hanya dirinya, pengucilan itu juga merambah ke hampir seluruh anggota keluarganya.
“Apalagi pas ada acara di kampung. Pas saya datang, semuanya menjauhi saya,” ungkapnya.
Sarah menyebut, hingga kini ia belum mendapat kejelasan mediasi meski sudah cukup lama membuat laporan ke pihak desa.
Ia mengatakan, cibiran dari warga pun masih menghantuinya hingga sekarang.
“Harapan saya pihak desa mau menengahi supaya jelas kasus ini. Yang saya mau temukan jawabannya adalah, apa dasarnya keluar fitnah seperti itu,” ujar Sarah.
Tak menerima tudingan itu, Sarah siap bersumpah di hadapan pihak terkait untuk membuktikan tudingan itu hanyalah fitnah belaka.
Tudingan Berlangsung Hingga Belasan Tahun
Kepala Dusun Gerintik, Anhar, membenarkan perlakuan diskriminatif yang menimpa Sarah.
Ia mengaku, dirinya tidak mengira kasus tersebut akan berbuntut panjang. Namun, nyatanya terus berlangsung hingga belasan tahun.
“Jadi awalnya dulu ada pihak keluarganya yang menyebarkan isu dia (Sarah) memasang ilmu hitam. Saat melihat matanya (Sarah), akan menyebabkan hal buruk bagi orang lain,” ucap Anhar.
Ia pun meminta pihak yang pertama menyebarkan rumor tersebut untuk mengaku dan meminta maaf, supaya tak ada lagi perlakuan demikian di kampung tersebut.
Sementara Kepala Desa Setanggor, Ahmad Sapari, mengatakan kasus yang menimpa Sarah itu hanyalah persoalan keluarga. Ia pun meminta agar masalah tersebut dapat terselesaikan melalui mediasi.
“Jadi biar runut, dari mediasi di tingkat dusun dulu tiga kali, kalau tidak bisa terselesaikan baru ke tingkat desa. Kalau sudah tiga kali mediasi di tingkat desa tidak selesai-selesai, ya kita lepas tangan,” ucap Saparil. (*)