Mataram (NTBSatu) – Tim Tangkap Kabur alias Tabur Kejati NTB bersama Kejari Tolitoli dan Kejati Sulawesi Tengah (Sulteng) mengamankan AMN, DPO tersangka dugaan korupsi anggaran Desa Labuhan Jambu, Sumbawa. Salah satu dari tiga tersangka tersebut menjadi masuk ke dalam DPO tim adhyaksa sejak 2019 lalu.
Asisten Intelijen Kejati NTB, I Wayan Riana mengatakan, Tim Tabur mengamankan AMN pada Kamis, 25 Juli 2024 sekitar 23.50 Wita. Kronologinya, Tim Tabur menerima informasi dari Intelijen Kejagung RI bahwa AMN berada di wilayah hukum Kejati Sulawesi Tengah. Antara Kota Palu dan Kabupaten Tolitoli.
“Kemudian Tim Tabur Kejati NTB berkoordinasi dengan Kejati Sulawesi Tengah dan Kejari Tolitoli untuk mengumpulkan informasi,” kata Riana kepada wartawan Sabtu, 27 Juli 2024 malam.
Selanjutnya, pada Kamis, 25 Juli 2024 Tim Tabur Kejati NTB terbang menuju Palu, Sulawesi Tengah dan sampai sekitar pukul 11.00 Wita. Perjalanan menuju lokasi tersangka AMN memakan waktu sekitar 10 jam.
“Sekitar pukul 23.50 Wita, tim gabungan berhasil mengamankan DPO untuk selanjutnya dibawa ke Kantor Kejari Tolitoli,” jelas Riana.
Kemudian, pada Jumat, Pukul 00.20 Wita, Jaksa Penyidik Kejari Sumbawa, Indra Zulkarnaen memeriksa yang bersangkutan. Riana menyebutkan, saat Tim Tabur melakukan pengamanan, AMN tidak melawan.
“Berjalan lancar dan aman,” ucapnya.
Suasana konferensi pers di Ruang Intelijen Kejati NTB. Foto: Zulhaq Armansyah
Selanjutnya, pada Jumat, 26 Juli 2024 sekitar pukul 08.00 Wita, tersangka AMN diserahkan ke Kejari Sumbawa. Tim Tabur Kejati NTB selanjutnya membawa DPO AMN ke Mataram pada Sabtu, 27 Juli 2024.
“Rencananya akan kami bawa ke Kejari Sumbawa Minggu (28 Juli),” ungkap Asisten Intelijen.
Selama melarikan diri, AMN bekerja sebagai pegawai Pelindo. Ia bertugas memandu kapal masuk ke pelabuhan.
“Terkonfirmasi bahwa tahun 2021 dia bertugas di Tolitoli,” jelasnya.
Baca juga: Jaksa Hentikan Usut Dugaan Korupsi Rp24 Miliar Bank NTB Syariah
Riwayat korupsi dana Desa Labuhan Jambu
Sementara itu, Kepala Kejari Sumbawa Hendi Arifin menjelaskan, DPO AMN menjadi tersangka bersama dua tersangka lainnya, yakni mantan Kades Labuhan Jambu inisial H. Kemudian, mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) inisial A.
“Kedua tersangka lainnya sudah mendapatkan vonis hakim masing-masing satu tahun sesuai putusan nomor nomor 4/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mataram tanggal 25 Mei 2023,” jelasnya.
Pada tahun 2019, DPO AMN mengaku memiliki tanah seluas 13.093 meter persegi dan menjualnya ke Pemdes Labuhan Jambu. Padahal, tanah dengan SPPT nomor 52.04.20.010.027-0044.0 tersebut tertera atas nama Mahmud Hasyim.
“Dan pemilik yang sebenarnya dari obyek tanah tersebut adalah Nur Wahidah berdasarkan sertifikat hak milik nomor 13 dengan surat ukur nomor 3171 tahun 1982,” ungkapnya.
Berdasarkan laporan penghitungan kerugian negara Inspektorat Sumbawa, kerugian keuangan negara atas dugaan korupsi Pemdes Labuhan Jambu sebesar Rp178.585.000.
Karena perbuatannya, jaksa menyangkakan ketiga tersangka dengan pasal primair, Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 ayal (1) huruf b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pernberantasan Tindak Ptdana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Subsider Pasal 3 Jo 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kejati NTB berharap, kepada orang-orang yang namanya masuk ke dalam DPO agar segera menyerahkan diri dan menjalani proses hukum.
“Karena tidak ada tempat yang aman dan nyaman untuk bersembunyi,” tandas Riana.