Daerah NTBPolitik

Mundur sebagai Pj, Aji Rum Belum Bisa Terlibat Kegiatan Politik

Kota Bima (NTBSatu) – H. Mohammad Rum alias Aji Rum telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai Pj Wali Kota Bima ke Kemendagri pada 10 Juli 2024 kemarin.

Surat pengunduran diri tersebut sebagai wujud keseriusannya maju pada kontestasi Pemilihan Wali Kota Bima. Lebih dari itu, ia ingin “Pertarungan” lebih fair.

“Intinya saya sangat serius ikut kontestasi (Pemilihan Wali Kota Bima, red). Saya buktikan dengan mengajukan pengunduran diri sebagai Pj, agar proses berjalan fair,” tegas Aji Rum, kemarin.

Meski mengundurkan diri sebagai Pj kepala daerah, Aji Rum masih terikat status sebagai ASN, yakni sebagai Kepala Dinas PUPR Provinsi NTB.

Maka, Aji Rum belum bisa terlibat dalam kegiatan politik. Termasuk mengkampanyekan dirinya sebagai bakal calon Wali Kota Bima.

Hal itu sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa ASN dilarang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis.

Juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Aji Rum sendiri baru mengajukan pengunduran diri sebagai Pj Wali Kota. Ia belum mengajukan pengunduran diri sebagai ASN. Batas waktu pengunduran diri sebagai ASN ketika maju di Pemilihan Serentak 2024 adalah sejak KPU menetapkan yang bersangkutan sebagai calon yang tampil.

“Saya akan mengajukan pengunduran diri sebagai ASN ketika telah mendaftarkan ke KPU sebagai calon Wali Kota Bima,” kata Aji Rum, Selasa, 23 Juli 2024.

Meski sudah mengajukan pengunduran diri, bukan berarti secara otomatis meninggalkan jabatan saat ini. Sebab, jabatan Pj akan berakhir sampai ada yang baru.

Artinya, selama belum ada pelantikan Pj yang baru, maka semua urusan pemerintahan kota tetap dalam kewenangan Pj Wali Kota saat ini.

Keputusan Aji Rum Dinilai Bagus

Keputusan Aji Rum mundur dari jabatannya merupakan teladan bagi ASN lainnya yang ingin terjun ke dunia politik. Karena tak jarang, masih ada bakal calon berada di jabatan publiknya sambil mengikuti kontestasi politik yang jelas-jelas melanggar prinsip netralitas ASN.

Peluang penyimpangan kewenangan dan konflik kepentingan akan mungkin terjadi apabila Aji Rum tidak segera mundur dari jabatannya sejak jauh-jauh hari.

“Aji Rum itu bagus, tapi Aji Rum kasusnya beda itu memang keharusan mundur minimal 40 hari sebelum pendaftaran. Karena patokannya SE Kemendagri. Artinya ada aturan yang memaksa (untuk mundur) jika ingin tampil,” kata Pengamat Politik UIN Mataram, Dr. Ikhsan Hamid kepada NTBSatu, kemarin.

Dr. Ikhsan menegaskan, aturan pengunduran diri sebagai Pj dan ASN berbeda. Batas waktu pengunduran diri ASN pada saat mendaftar sebagai calon kepala daerah di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara pengajuan mundur sebagai Pj, yakni 40 hari sebelum waktu pendaftaran di KPU.

“Secara regulatif kalau (ASN) sudah mendaftar (ke KPU) maka wajib mundur, itu sebetulnya hak prerogatif mereka kita harus hormati, tapi kalau akan mencalonkan diri, wajar kalau belum mau mundur, ini kan baru bakal calon,” jelas Dr. Ikhsan.

Namum secara etik, lanjutnya, ASN yang tidak segera mengundurkan diri memang berpotensi ada pelanggaran netralitas, ada kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan atau konflik kepentingan.

“Tapi selama mereka tidak menggunakan fasilitas negara itu tidak ada yang salah. Jadi artinya secara etik, etika jabatan publik itu kita berharap mundur dan kita juga tidak bisa memaksa mundur. Kami menghormati keputusan itu, artinya dia belum mundur karena belum dipastikan daftar di KPU,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button