Daerah NTBKota Bima

Kekeringan di Kota Bima dalam 3 Tahun Terakhir Naik-Turun

Kota Bima (NTBSatu) – Berdasarkan data BPBD Kota Bima, terhitung sejak tahun 2021 hingga pertengahan 2024, jumlah wilayah atau kelurahan terdampak kekeringan di Kota Bima mengalami naik turun.

Pada tahun 2021, jumlah kelurahan terdampak kekeringan di Kota Bima sebanyak 21 kelurahan. Jumlah tersebut mengalami penurunan pada tahun 2022, yakni hanya sembilan kelurahan terdampak dari total 41 kelurahan.

Selanjutnya, kembali mengalami kenaikan pada tahun 2023 menjadi 15 kelurahan terdampak kekeringan.

“Kemudian, hingga pertengahan 2024 ini, jumlah wilayah terdampak kekeringan di Kota Bima sebanyak 13 kelurahan dirasakan sekitar 15.863 jiwa,” kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kota Bima, Gufran, kemarin.

Adapun 13 kelurahan yang terdampak kekeringan pada tahun 2024, meliputi Kelurahan Tanjung, Paruga, Dara, Pane, dan Sambina’e.Kemudian Kelurahan Panggi, Manggemaci, Kelurahan Kendo, Penana’e, Kelurahan Melayu, Jatibaru Timur, Jatibaru, dan Kelurahan Kodo.

“Paling banyak terdampak terutama kelurahan yang berdekatan dengan pesisir pantai,” bebernya.

Dampak dan kerugian akibat bencana tersebut, masyarakat kesulitan mendapatkan akses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Baik kebutuhan memasak, minum, maupun Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK). Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, masyarakat terpaksa membeli air.

“Mereka harus membeli air dengan harga Rp350.000 ribu per tangki,” ujarnya.

Kendati demikian, BPBD Kota Bima tetap rutin mendistribusikan air bersih ke kelurahan terdampak. Dalam hal ini, BPBD dibantu sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan lembaga terkait lainnya.

“Totalnya, ada 7 unit armada yang menyalurkan air ke masyarakat,” ujarnya.

Baca juga: Perambahan Hutan Sebabkan Krisis Air Bersih di Kota Bima

Selain itu, Gufran telah membentuk UPTD air bersih dan telah berjalan di sejumlah kelurahan. Keberadaan mereka, akan menambah jaringan air dan perbaikan mesin pompa air.

Akibat lain dari bencana kekeringan tersebut, petani kesulitan mendapatkan air untuk mengairi lahan pertaniannya. Sehingga berimplikasi pada menurunnya hasil pertanian.

“Tidak sedikit juga yang gagal panen karena kebanyakan lahan berupa lahan tadah hujan,” terang Gufran.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button