Daerah NTB

DLHK NTB dan Pemkab Bima Dorong Strategi Pengelolaan Sampah untuk Tekan Stunting

Kota Bima (NTBSatu) – Sampah menjadi salah satu masalah yang membutuhkan perhatian lebih di Provinsi NTB khususnya.

Dalam hal ini, Pemprov NTB melalui Dinas LHK NTB, tengah melakukan berbagai upaya mengatasi dan mengurangi sampah di NTB. Salah satunya membangun kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota di NTB.

Hari ini, Kamis, 11 Juli 2024, DLHK NTB dan Bappeda Kabupaten Bima membahas inovasi mengatasi sampah organik melalui sirkular ekonomi.

Kegiatan yang berlangsung di Aula Bappeda Kabupaten Bima itu, dihadiri juga oleh Sekretaris Dinas dan Kepala Bidang DLH Kabupaten Bima, para pejabat Bappeda Kabupaten Bima dan Pemdes Rato, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima.

Dalam kesempatan itu, Kepala DLHK NTB, Julmansyah menawarkan gagasan pengolahan sampah organik melalui pendekatan sirkular ekonomi. 

Menurut Julmansyah, komposisi sampah di NTB mencapai 62 persen, merupkan sampah rumah tangga dan sebagian besar sampah organik. 

“Sehingga membutuhkan pendekatan agar penanganan sampah organik ini sekaligus menjawab persoalan lingkungan dan ekonomi masyarakat,” kata Julmansyah kepada NTBSatu Kamis, 11 Juli 2024.

Julmansyah menjelaskan, dengan pendekatan sirkular ekonomi, di mana dalam satu unit terdiri dari rumah maggot, bioflok untuk budidaya lele atau ikan air tawar dan organik farming.

Sampah organik dari rumah tangga, pasar, dan rumah makan pengelolaannya bisa menggunakan metode biokonversi (ulat maggot atau lalat BSF). 

Dimana, ulat maggotnya dapat menjadi pakan ternak ikan/lele dalam Bioflok dan sisa maggotnya menjadi pupuk untuk pertanian organik. 

“Selanjutnya masyarakat menjual lele atau ikan serta sayur-sayuran organik tersebut, kemudian mengkonsumsinya dan kembali memghasilkan sampah organik. Ini lah model sirkular ekonomi,” jelas Julmansyah.

Cara ini, lanjut Julmansyah, dapat menjadi strategi mengurangi angka stunting di desa, karena akses terhadap pangan protein hewani dan nabati tersedia dengan mudah.

Namun Julmansyah menyarankan, dalam penerapannya, agar memilih desa atau komunitas yang sudah ada inisiasi awalnya. Apakah dalam bentuk inisiasi rumah maggot atau telah memulai upaya rumah bibit organic farming, serta telah mempunyai usaha budidaya ikan air tawar dengan bioflok.

“Sesungguhnya gagasan ini sudah kami diskusikan bersama PT Pegadaian Wilayah Bali Nusa Tenggara melalui program Tanggungjawab Sosial Lingkungan (TJSL). Jika ini jalan sebagai pilot pertama di Bima maka konten kolaborasi triple helix akan terujud pada inovasi ini,” ungkap Julmansyah.

Setujui Gagasan dari DLHK NTB

Kepala DLHK Provinsi NTB, Julmansyah (dua dari kanan), saat berkunjung ke Kantor Bappeda Kabupaten Bima, Kamis, 11 Juli 2024. Foto: Istimewa

Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Bima, Taufik, menyambut baik gagasan ini. Menurutnya, ini merupkan inovasi baru dalam pengelolaan sampah dan tidak konvensional.

“Ini cara yang tidak mainstream maka kita butuh inovasi seperti ini,” ujar Taufik.

Taufik mengaku, proposal kerja sama ini sudah sangat jelas dan detail termasuk item anggarannya. Sehingga, pihaknya berkomitmen untuk memulai dengan satu pilot project, agar bisa menjadi model bagi yang lain ke depannya.

“Lokusnya sebagai pilot project-nya adalah Desa Rato, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima. Desa ini memiliki pasar tradisional yang setiap hari menghasilkan sampah organik. Di samping itu, telah ada inisiasi rumah bibit sebagai cikal bakal organic farming, dan beberapa warganya membudidaya ikan air tawar,” jelas Taufik.

Kemudian, Kepala Desa Rato, Ahamadi mengatakan, dirinya bersama Tim Desa Rato sebelumnya sudah konsultasi ke Dinas LHK NTB. Hasilnya, mendapat arahan untuk belajar ke Desa Semparu, Lombok Tengah. 

“Apalagi Kepala Desa, Ketua BPD dan Direktur BUMDes-nya adalah sarjana pertanian. Kami punya keinginan kuat untuk dapat mengolah sampah organik yang ada,” beber Ahamadi. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button