Mataram (NTBSatu) – Kerugian yang diperkirakan akibat dugaan korupsi penyewaan alat berat Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok, Dinas PUPR NTB mencapai Rp1,5 miliar.
Kerugian lain yang pihak balai alami adalah tidak maksimalnya pekerjaan. Karena alat berat seperti ekskavator, mixer molen, dan dum truk yang disewakan belum mereka terima.
Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok, Kusnadi menyebut, kerugian yang dia perkirakan dari penyewaan alat berat mencapai Rp1,5 miliar. Angka itu berasal dari harga alat yang hingga saat ini belum dikembalikan oleh pihak penyewa, Fendy.
“Itu dari harga mobil molen, ekskavator, dan dum truk,” katanya saat NTBSatu temui di ruangannya, Senin, 8 Juli 2024.
Buntut belum kembalinya alat berat yang Fendy sewakan, pekerjaan balai terancam terkendala. Setiap ada aktivitas yang membutuhkan ekskavator dan lainnya, seperti mengatasi longsor, terpaksa menyewa di tempat lain.
“Karena di sini beberapa titik kerap terjadi longsor. Kami harus sewa di luar, sementara punya alat sendiri. Kami juga rugi dari finansial,” jelasnya.
Kusnadi mengaku telah meminta pihaknya mencari sejumlah alat berat di proyek wilayah Mataram, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah. Namun keberadaan alat seharga miliaran rupiah tersebut belum juga terdeteksi.
Kendati demikian, Kusnadi meyakini keberadaan jika alat-alat itu masih berada di Pulau Lombok. “Kalau mau kirim ke luar daerah, kayanya sulit. Karena biasanya tinggi,” ujarnya.
Sewa Alat Berat hanya Ali Fikri dan Fendy yang Tahu
Kusnadi mengaku tidak mengetahui bagaimana proses persewaan alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok.
Menyusul saat itu yang menjabat sebagai kepala adalah Ali Fikri. Dan hanya dia yang berurusan dengan penyewa sekaligus pihak swasta, Fendy.
“Hanya Pak Ali yang tahu,” ujarnya.
Lebih jauh dia Kusnadi menjelaskan, Dinas PUPR NTB sebelumnya telah melakukan mediasi antara pihak penyewa dengan Ali Fikri. Namun pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil. Karena lagi-lagi, hanya Ali Fikri dan Fendy yang mengetahuinya.
Sejak tahun lalu, Kusnadi meminta Ali memberi tahu Fendy menyimpan alat berat tersebut. Namun, hingga yang bersangkutan pensiun pada Desember 2023, Kusnadi tak juga mendapat informasi.
“Itu yang kita harapkan saat itu. Tapi sampai saat ini hingga satu tahun lebih, tetap nihil. Bahkan sejak Pak Ali pensiun akhir 2023,” bebernya.
Pihak Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok juga berupaya menghubungi Fendy. Karena hingga kini, yang bersangkutan belum juga beriktikad baik mengembalikan alat yang dia sewa sejak tahun 2021. Info Kusnadi terima, Fendy berada di wilayah Papua. “Nomor hp juga tidak bisa kami hubungi,” ungkapnya.
Rupanya, Ali Fikri tidak pernah menjadi kontestan menjadi politik. Alasan nyaleg kepada pihak kepolisian hanyalah akal-akalan Ali kepada pihak kepolisian.
“Jadi, waktu itu dia kan ngaku nyaleg. Makanya polisi sempat menghentikan kasus ini. Tapi setelah tahu kalau dia tidak jadi nyaleg, makanya kasus ini lanjut,” ungkap Kusnadi.
Dukung proses hukum di Polresta Mataram
Dugaan korupsi penyewaan alat berat ini terus berjalan di penyelidikan Polresta Mataram. Polisi telah memintai keterangan sejumlah saksi, termasuk Dinas PUPR NTB.
Kasat Reskrim Polresta Mataram, Kompol I Made Yogi Purusua Utama menyebut, kasus masih berjalan di tahap pengumpulan bahan keterangan.
Kusnadi mengaku, pihaknya mendukung dan bersikap kooperatif terkait dugaan korupsi penyewaan sejak tahun 2021 ini. Bahkan beberapa pegawai balai juga telah menghadap polisi pada Juni 2023 lalu.
Mereka pun telah menyerahkan sejumlah dokumen, seperti foto dum truk, mixer molen, dan ekskavator. “APH (alat penegak hukum) juga sudah pegang,” ungkapnya.
“Saya siap memfasilitasi sembari tetap berupaya mencari alat berat,” tutupnya.