Mataram (NTBSatu) – Sejumlah lembaga mendatangi Polresta Mataram, Jumat, 28 Juni 2024. Mereka melakukan audiensi terkait dugaan penganiayaan santriwati ponpes Al Aziziyah inisial NI.
Kuasa hukum korban, Yan Mangandar mengatakan, ada beberapa poin yang pihaknya sampaikan ke Polresta Mataram soal dugaan penganiayaan di ponpes Lombok Barat tersebut.
Salah satunya, polisi diminta mendalami bagaimana SOP perlindungan anak di Al Aziziyah dan ponpes lainnya. Hal ini menyusul kondisi NI yang cukup parah namun tidak mendapat reaksi apapun dari pondok.
Hingga saat ini, korban masih dalam kondisi kritis di RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur. “Kami juga meminta Ponpes terbuka terkait permasalahan ini, kami ini tidak ada kepentingan, karena ada anak ini sedang bertarung hidup nyawa,” tegas Yan.
Yan mengapresiasi kinerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram berkomitmen mengatensi kasus ini. Menurutnya, terlalu banyak informasi simpang siur dan melebar terhadap kasus NI. Karenanya dia menyerahkan dan mendukung penyelidikan kasus santriwati asal Ende, Nusa Tenggara Timur ini.
“Sampai hari kami serahkan proses lidik ke teman-teman Polresta Mataram,” ujar Direktur Pusat Bantuan Hukum Mangandar ini.
Tanpa mereka mengabaikan proses hukum, Yan menegaskan jika persoalan utama yang pihaknya soroti adalah berkaitan dengan perlindungan bagi anak di lingkungan Ponpes. Menurutnya, santriwati mesti mendapat perlindungan apapun dari pondok.
Kaitannya dengan kasus NI, pengurus ponpes seharusnya lebih aktif mempedulikan kondisi santriwati. Hasil pemeriksaannya, tak ada satupun pihak pengurus pondok yang berbicara langsung dengan korban saat sakit.
Kalau ada ketidakwajaran, sambung Yan, pihak Ponpes seharusnya berkoordinasi dengan orang tua anak, kondisi anak kritis seperti anak ini sakit bawa ke rumah sakit.
“Tapi ini malah dibiarkan, tidak bisa bergerak masak dibiarkan di kamar asrama, ini permasalahan utamanya,” sesalnya.
“Kesalahan yang tidak bisa mereka bantah, mereka abai terhadap terhadap kewajiban mereka perlindungan terhadap anak. Kami harap ada perlindungan,” sambung Yan.
Senada dengan itu, Kepala UPTD PPA Provinsi NTB Eny Khaerani mengaku, pihaknya siapa memberikan pendampingan jika keluarga membutuhkan.
“Semoga semua bisa sehat kembali,” katanya menambahkan.
Sebelumnya, Kuasa hukum Ponpes Al Aziziyah, Herman Sorenggana mengatakan, pihak pondok terkejut dengan kondisi NI. Mereka tidak mengetahui apa latar belakang dari tuduhan yang menyebut jika santriwati itu korban penganiayaan.
Padahal, hingga saat ini pihak dokter RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur belum memberikan kesimpulan. Apakah penyebab luka tersebut karena penganiayaan atau bukan.
“Kami masih menunggu. Kamu juga ingin tahu apa penyebab santri mendapatkan perawatan serius dari rumah sakit,” kata Herman kepada wartawan di Ruang TGH. Musthofa Center, Ponpes Al Aziziyah, Kamis, 27 Juni 2024.
Pihak ponpes telah mengecek rekaman Cctv sejak 12 hingga 14 Juni 2024. Hasilnya, tidak ada kejadian perkelahian atau penganiayaan yang menimpa korban.
Pada Jumat, 14 Juni 2024 sore, wali santri yang diwakili pamannya menjemput NI setelah pihak pondok memberitahukan keluarga jika yang bersangkutan dalam keadaan sakit. Korban waktu itu memang memiliki bisul dan di sekitar wajahnya mengalami pembengkakan.
“Selama beberapa hari, 12-14 Juni (korban) dirawat oleh petugas kesehatan,” jelas Herman.
Yang membingungkan, santriwati kelas satu MTS itu tiba-tiba mendapat perawatan serius dari rumah sakit setelah balik dari Ponpes. Sedangkan saat pengurus pondok melihat dari rekaman Cctv, kondisi santri usia 13 tahun itu masih bisa berjalan ketika pihak keluarga menjemputnya.
Itu sebabnya, sambung Herman, pengurus pondok masih menunggu bagaimana hasil pemeriksaan dokter RSUD Soedjono Selong. “Kami ingin tahu apa penyebab pendarahannya,” kata dia.