Mataram (NTBSatu) – Mantan Wali Kota yang juga terdakwa kasus suap dan gratifikasi di lingkup Pemkot Bima, Muhammad Lutfi dituntut 9,5 Tahun (9 tahun 6 bulan) penjara.
“Meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram menjatuhkan hukuman kepads terdakwa Muhammad Lutfi dengan 9 tahun 6 bulan penjara,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) diwakili Agus Prasetya Raharja, Senin, 6 Mei 2024.
Jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, suami Eliya Alwaini itu juga dituntut membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp1,920 miliar. “Jika tidak membayar setelah putusan inkrah, maka hartanya akan disita dan dilelang. Dan jika hartanya tidak mencukupi, maka diganti 1 tahun kurungan,” jelasnya.
Jaksa pun menuntut agar majelis hakim yang diketuai Putu Gde Hariadi mencabut hak politik terdakwa Lutfi sesuai pasal 18 ayat 1 huruf D.
Lutfi dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp2,15 miliar dari sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa di Kota Bima tahun 2019-2022.
Berita Terkini:
- Gelar Pengawasan APIP Kota Mataram, 39 OPD Raih Predikat Sangat Baik
- Kasus Dugaan Penggelapan Mobil Oknum Perwira Diambil Polda NTB
- DKPP Tunggu Laporan Terkait Tayangan KPU soal Survei Jelang Debat Pilgub NTB
- Pemandangan Unik di Kampanye Iqbal – Dinda, Haji Iron dan Tuan Guru Fatihin Turun Memeriahkan
- Tim Iqbal-Dinda: CNN tak Langgar Aturan Tayangkan Hasil Survei LSI
Kemudian, melakukan turut serta atau turut campur dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Bima bersama sejumlah orang. Antara lain, istrinya Eliya Alwaini, ipar istrinya, Muhammad Makdis, dan Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas PUPR Kota Bima, Fahad.
Agus Prasetya Raharja juga membacakan alasan yang memberatkan dan meringankan Lutfi.
Untuk yang memberatkan, Wali Kota Bima periode 2018-2023 dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kemudian, merusak kepercayaan kepercayaan masyarakat dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
“Yang meringankan, berlaku sopan dalam persidangan dan tidak pernah dihukum,” ujarnya.
Lutfi dinilai melanggar Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (KHN)