Mataram (NTBSatu) – Komisioner Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Hilman Pujana, menyebut pasokan beras di pasar swalayan semakin langka.
Hal ini terjadi lantaran ada pembatasan pembelian beras dan kaitannya pada Harga Eceran Tertinggi (HET).
Hilman mengatakan, HET yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk penjualan beras premium sebesar Rp14 ribu per kilogram tidak masuk dengan Harga Pokok Produksi (HPP) yang ditanggung oleh para produsen.
“Beberapa pelaku usaha di level produsen mengatakan kesulitan memasok di pasar modern karena ada hambatan terkait dengan harga eceran tertinggi,” ujar Hilman dalam keterangan resminya, Kamis, 29 Februari 2024.
Hilman menjelaskan saat ini kondisi harga gabah yang dibeli oleh penggilingan padi sudah di atas Rp7 ribu per kilogram.
Sementara itu, harga beras di pasar kira-kira dua kali lipat dari harga gabah yang dibeli oleh penggilingan padi.
Berita Terkini:
- Demo Pembentukan PPS, ASDP Pastikan Pelabuhan Poto Tano Tetap Buka
- Hikayat Ampenan: Jejak Maritim dan Napas Toleransi dalam Sajian Teater Situs Kota Tua
- Dibantai Barcelona, Begini Hitungan Kans Real Madrid Bisa Juarai La Liga
- Pemprov NTB Pertimbangkan Beri Pendampingan Hukum kepada Aidy Furqan Kasus Proyek Smart Class
KPPU mengatakan kelangkaan beras di ritel modern menyebabkan pembatasan pembelian beras dan menyebabkan Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak sesuai produsen.
Dengan demikian, harga gabah saat ini memiliki harga di atas Rp7 ribu per kilogram, maka praktis para pelaku usaha ini kesulitan untuk menjual beras dengan harga Rp14 ribu yang sesuai dengan HET.
Kondisi yang demikian, akhirnya membuat para pelaku usaha menjadi enggan untuk menjual berasnya di ritel modern karena tidak menemukan titik keseimbangan antara harga yang ditetapkan pemerintah melalui HET, dengan HPP yang ditanggung oleh para pengusaha.
“Jadi tentunya ini nanti itu lebih ke domainnya di pemerintah ya, tadi juga disampaikan oleh Bapanas, akan dilakukan review terkait dengan HET dan lain-lain,” pungkasnya. (STA)