Kejaksaan juga mengusut penyaluran diduga bermasalah di kantor Unit Kebon Roek, Ampenan, Kota Mataram. Hasilnya, penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah pimpinan BRI unit Kebon Roek inisial SAK, staf BRI unit Kebon Roek inisial SH, dan perempuan inisial IWAK dari pihak luar BRI unit Kebon Roek.
“Untuk tiga tersangka itu, tinggal pemberkasan perkara saja,” akunya.
Dalam kasus tersebut para tersangka bekerja sama untuk mengatur agar dana KUR bisa dicairkan. Tersangka IWAK bertugas mengumpulkan calon penerima. Akan tetapi, nama calon penerima yang dikumpulkan itu orang yang tidak memiliki usaha. Hal itu menyalahi aturan yang berlaku. Seharusnya, KUR tersebut disalurkan bagi pelaku usaha atau UMKM.
Ketiga tersangka kemudian bersekongkol untuk mencairkan pinjaman dengan nominal yang berbeda. Setelah dicairkan, ketiganya tidak menyalurkannya ke penerima yang diajukan. Namun digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Kalau Unit Kebon Roek ini kerugian negaranya mencapai Rp 2,2 miliar, berdasarkan hasil hitung BPKP,” ujarnya.
Berita Terkini:
- LIPSUS – Dag..Dig..Dug Proyek DAK Dikbud
- MotoGP Mandalika 2025 Digelar Awal Oktober, Cek Tanggalnya!
- Haul Gusdur ke-15 di NTB: Menajamkan Nurani untuk Asah Kepekaan
- Warganet Ungkap Kesenangannya Usai Peresmian Jembatan Dasan Cermen
Kejari Mataram meningkatkan status penanganan ke tingkat penyidikan setelah menemukan adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Salah satunya, adanya hasil audit internal pihak perbankan. Dalam audit internal bank, menemukan angka kerugian dari proses pengelolaan dana KUR untuk kategori mikro dan kecil yang ada di kantor unit Kebon Roek mencapai Rp4 miliar.
Angka tersebut terdiri dari 112 orang nasabah yang dicatut namanya. Nominal pencairan berbeda-beda. Tergantung dari kategori pengajuan, baik KUR mikro maupun kecil. Nasabah bisa mengajukan sampai Rp500 juta. Tapi dari unit ini, data nasabah yang dapat pencairan paling tinggi itu Rp100 juta.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2, Pasal 3, Pasal 12 a dan b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. (KHN)