Mataram (NTBSatu) – Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi turut mengomentari film dokumenter Dirty Vote.
Menurutnya, film dokumenter yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono itu sebagai bahan pengingat masyarakat bahwa orang yang akan memimpin Indonesia tidak cukup hanya dengan melewati proses formal. Tapi juga harus memperhatikan esensi demokrasi.
“Kejujuran, keadilan, dan kebebasan tanpa ada intimidasi apapun,” katanya, Rabu, 14 Februari 2024.
Dengan begitu, sambung TGB, masyarakat bisa melakukan ekspresi dengan nyaman. “Itu warning untuk menjaga demokrasi. Untuk semua tanpa terkecuali,” tegasnya.
Ketua Harian Nasional DPP Partai Perindo ini menyebut, suara pengingat seperti ini sudah ada sejak zaman reformasi. Saat itu, para akademisi pun turut memberi peringatan kepada pemerintah. Dan filim Dirty Vote merupakan gerakan civil society.
Berita Terkini:
- “Colaborasi” untuk NTB Makmur Mendunia
- Tabrakan di Lombok Timur, Mobil Mahasiswa Ringsek dan Truk Terbalik
- Pernikahan Anak Dibela LSM, Kabid Kebudayaan Tegaskan Adat Sasak Taat Hukum Positif
- Beredar Selebaran Aksi Terkait Pernyataan ‘Ban Serep”, Bupati Lombok Barat Sebut itu Fitnah
“Karena dari (zaman) reformasi, suara pengingat (juga berasal) dari kampus, sehingga menjadi pengingat buat kita semua tanpa terkecuali, agar sama-sama menjaga supaya Pemilu menghadirkan pemimpin yang baik,” ucap saudara kandung mantan Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalilah ini.
“Karena legitimasi merupakan asas agar pemimpin mendapat dukungan dari rakyat,” sambungnya.
TGB juga mengaku mengenal tiga akademisi yang menjadi aktor di film yang ditayangkan pada 11 Februari 2024 tersebut. TGB pernah bertemu dan melaksanakan diskusi dengan mereka terkait pemerintahan.
“Kenal secara pribadi, artinya saya kenal dalam kegiatan diskusi pemerintah,” akunya.
Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, dan Bivitri Susanti diakuinya sebagai para ahli yang memiliki kredibilitas di bidang hukum. Karena itu, menurutnya, film ini sebagai pengingat bahwa Pemilu tidak hanya menciptakan pemimpin yang jujur, adil, dan memberi kebebasan.
“Itu warning untuk menjaga demokrasi,” tegasnya kembali. (KHN)