Mataram (NTBSatu) – Ombudsman RI Perwakilan NTB meminta Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di NTB berbenah agar tidak terjebak dugaan pungutan liar (Pungli). Kampus diminta aktif berkonsultasi dengan pihak Ombudsman RI Perwakilan NTB.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Dwi Sudarsono menyebut, tujuan koordinasi itu agar perguruan tinggi bisa mendeteksi dan menghindari kekeliruan dalam memberlakukan kebijakan.
“Apalagi yang berkaitan dengan Bidikmisi atau Kuliah,” katanya kepada NTBSatu melalui pesan WhatsApp, Jumat, 19 Januari 2024.
Alasannya meminta perguran tinggi aktif melakukan konsultasi, karena pada tahun 2023 pihaknya menemukan adanya kerugian dari laporan yang ditangani pihak Ombudsman NTB mencapai Rp7,8 miliar. “Itu pada tahun lalu,” ucapnya.
Karena itu, Ombudsman RI Perwakilan NTB memberikan beberapa tawaran kepada PTS. Pertama, mereka diminta mempelajari peraturan perundang-udndangan terkait Bidikmisi atau KIP Kuliah.
Berita Terkini:
- Museum NTB Ikut Pameran Nasional di Surabaya
- Pastikan SDA Menyejahterakan, Pemkab Sumbawa Lakukan MoU dengan KSB
- Kampanye Akbar Iqbal – Dinda di Kandang Rohmi – Firin Dipadati Lautan Manusia
- Pemprov NTB Gelar Lomba Memasak dan Mancing Ikan, Sekda: Dinas Kelautan dan Perikanan Punya Peran Penting Atasi Stunting
“Juga merevisi atau membatalkan peraturan kampus yang tidak sesuai perundang-undangan terkait Bidikmisi maupun KIP Kuliah,” tegasnya.
Dia menyebut, pada tahun 2023 beberapa PTS di NTB memiliki sejumlah permasalahan internal. Hal itu selanjutnya dilaporkan ke pihak Ombudsman. “Setidaknya ada tiga yang menonjol,” ujarnya.
Salah satu kasus yang kerap diterima Ombusdman adalah yang berkaitan dengan pemotongan beasiswa Bidikmisi atau Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. “Itu yang pertama,” katanya.
Selain itu, persoalan yang berhubungan dengan pemungutan biaya liar atau pemungutan pendidikan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.
Terakhir, pemberian sanksi berupa pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan. “Itu (pembayaran uang) kepada mahasiswa penerima Bidikmisi atau kuliah yang tidak lulus evaluasi akademik,” jelas Dwi.
Diakuinya, dari sejumlah permasalahan itu, laporan yang paling banyak diterima yang berkaitan dengan pungutan biaya pendidikan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.
“Secara akumulasi, paling banyak yang nomor dua (pungutan pendidikan liar),” sebutnya. (KHN)