Lombok Timur

Walhi NTB: Konflik SPAM Akibat Ketidakmampuan Pemda Mengatur Tata Kelola Air

Mataram (NTBSatu) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB menyoroti konflik vertikal antara masyarakat dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur (Lotim) terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Pantai Selatan Lombok Timur.

Proyek strategis nasional yang didanai oleh Pemerintah Pusat mengalami penundaan karena protes warga, termasuk demonstrasi dan pembakaran pipa SPAM di Desa Lendang Nangka Utara pada Kamis, 4 Januari 2024.

Alasan masyarakat, karena khawatir penggunaan air untuk SPAM itu dapat mengurangi debit air Tibu Krodet, Kecamatan Sikur sehingga menyebabkan kesulitan bagi petani dalam mengairi sawah, terutama selama musim kemarau.

Direktur Eksekutif Walhi NTB, Amri Nuryadin menilai, konflik ini terjadi akibat dari ketidakmampuan Pemkab Lotim dalam melakukan tata kelola sumber daya air.

Pemkab Lotim seharusnya memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dengan tidak mengurangi akses penggunaan air.

“Pemkab juga harus ingat bahwa jangan sampai mengurangi hajat hidup orang banyak di sekitar wilayah asal mata air,” ujarnya Jumat, 5 Januari 2024 di Kantor Walhi NTB, Kota Mataram.

IKLAN

Baca Juga: Musim Hujan Masih Dilanda Kekeringan, Warga di Bima Gelar Salat Istisqa

Selain itu, ia menduga konflik yang terjadi antara masyarakat dan Pemkab Lotim akibat dari belum ada titik temu antara kepentingan masyrakat dan kepentingan pemerintah Lotim. Apalagi sumber daya air merupakan kebutuhan orang banyak, sehingga wajar bila masyarakat mempertahankan hal sumber kehidupannya.

“Kalau itu menjadi komersialisasi, maka sudah sepatutnya pemerintah mengakomodasi kepentingan masyarakat yang ada di sekitar mata air, terutama untuk sumber-sumber hidupnya, termasuk juga untuk pertanian,” jelas Amri.

“Kalau tidak diakomodasi, pasokan atau debit airnya kan akan berkurang,” sambungnya.

Walhi menyarankan agar Pemkab Lotim melakukan berbagai upaya untuk mengatasi konflik sumber daya air itu. Salah satunya, pemerintah terlebih dahulu harus berupaya untuk meningkatkan debit mata air.

Kemudian, Pemkab perlu memiliki tata kelola sumber daya air yang baik. Lalu, melakukan konservasi-konservasi mata air ataupun kawasan perhutanan yang dapat meningkatkan debit air.

“Pemerintah juga harus melakukan rehabilitasi dan restorasi kawasan hutan yang mulai rusak,” pungkasnya. (SAT)

Baca Juga: 419 Ribu Lebih Formasi PPPK Guru 2024 Diusulkan Kemendikbudristek

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button