Pendidikan

53 Persen Masyarakat Indonesia Menonton Film Tidak Sesuai Klasifikasi Usia

Mataram (NTBSatu) – Lembaga Sensor Film (LSF) bersama Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) telah menyelesaikan penelitiannya tentang Perfilman, Kriteria Penyensoran, dan Budaya Sensor Mandiri tahun 2023.

Penelitian itu digelar dengan tujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat secara mendalam tentang kriteria penyensoran yang meliputi kekerasan, perjudian, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, pornografi, suku, ras, kelompok, dan atau golongan, agama, hukum, harkat dan martabat manusia, dan usia penonton.

Kemudian, untuk mengetahui persepsi masyarakat secara mendalam tentang perfilman, mengetahui secara mendalam tentang budaya sensor mandiri, Serta, mengetahui perilaku bermedia Masyarakat.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 53 persen masyarakat Indonesia pernah menonton film yang tidak sesuai klasifikasinya. Sedangkan, 48 persen menyatakan telah menonton film sesuai usianya.

Padahal, sebanyak 72 persen penonton film menyatakan mengetahui tentang penggolongan usia dalam menonton film. Sementara yang tidak mengetahui tentang penggolongan usia penonton sebesar 25 persen.

Berita Terkini:

Ketua Komisi III LSF, Naswardi menyampaikan, dengan hasil penelitian ini pihaknya pun berkomitmen untuk terus mengkampanyekan Budaya Sensor Mandiri yang lebih terstruktur dengan melibatkan stakeholder lainnya.

“Budaya Sensor Mandiri menjadi salah satu tujuan utama kami di LSF untuk mendorong masyarakat agar bisa memilah dan memilih tontonan untuk menonton film sesuai dengan klasifikasi usia,” jelasnya, dikutip dalam rilis Kemendikbudristek, Selasa, 19 Desember 2023.

Rektor Universitas YARSI, Fasli Jalal turut mengatakan, bahwa peran film sangat besar dan untuk itu Budaya Sensor Mandiri penting untuk membangun kesadaran masyarakat dalam budaya menonton film dan menentukan film yang sesuai dengan usia.

“Dalam forum perguruan tinggi, kami mendukung bagaimana mahasiswa menjadi penyensor mandiri yang canggih untuk dirinya dan kemudian mempengaruhi lingkungannya baik keluarga maupun rekan-rekannya. Sekaligus mendorong agar mampu memberikan pendapat bagaimana dampak positif dari Budaya Sensor Mandiri tersebut,” ungkapnya.

Fasli juga menilai bahwa Budaya Sensor Mandiri dapat membawa keseimbangan untuk dunia industri dalam merencanakan produksi film supaya memberi keselarasan antara selera pasar dengan kebijakan yang diatur oleh LSF.

“Upaya dan studi yang dilakukan LSF ini diharapkan semakin memajukan industri perfilman, dan kami di dunia perguruan tinggi siap bekerja sama dalam mengembangkan Budaya Sensor Mandiri maupun penelitian-penelitian selanjutnya,” tuturnya. (JEF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button