“Bukti yang saya bawa satu pun tidak ada yang diperiksa penyidik,” tegasnya.
Menurutnya, kasus ini bukan tindak pidana. Bisa diselesaikan dengan mediasi. Dia mengaku siap mengganti rugi Rp50 juta untuk menyelesaikan persoalan ini. Namun justru suaminya ditetapkan sebagai tersangka.
Karenanya, dia menduga ada campur tangan antara pelapor dan penyidik kepolisian.
“Kami merasa ada campur tangan atau intervensi pelapor terhadap penyidik kepolisian dalam menangani kasus ini,” ucapnya.
Persoalan yang dihadapi keduanya berawal dari kerja sama pengelolaan speedboat dengan sejumlah WNA di Gili Trawangan, Lombok Utara. Ada tujuh orang yang bermitra. Termasuk James.
Markiani menjelaskan, suaminya mengeluarkan uang Rp65 juta untuk memperbaiki speedboat yang rusak. Sementara enam orang lainnya masing-masing Rp20 juta didapati dari hasil nilai taksir speedboat dengan harga Rp120 juta.
Berita Terkini:
- Jaksa Tahan Eks Pimpinan Cabang BSI di Lapas Lombok Barat
- Kejati NTB Angkut Eks Pimpinan BSI Cabang Mataram di Semarang Dugaan Korupsi KUR Rp8,2 Miliar
- Nelayan Sekaroh Lotim Menjerit, 10 Tahun PT Autore Diduga Merompak Mutiara Senilai Ratusan Miliar
- Polisi Minta BPKP Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi Sewa Alat Berat Dinas PUPR NTB
Kesepakatannya, Markiani dan James yang menjalankan usaha water sport memanfaatkan speedboat tersebut. Nantinya, mereka akan bagi hasil ketika ada keuntungan dari usaha ini. Namun, selama tiga bulan usahanya tidak mendapat keuntungan. Karena itu mereka dilaporkan.
“Karena tiga bulan ini kami rugi. Justru biaya operasionalnya lebih besar. Laporan partnership-nya juga sudah kami kirimkan setiap bulannya, dari situ terjadi argument,” beber perempuan kelahiran Labuapi, Lombok Barat ini.
Karena tidak ada keuntungan, mitra tersebut akhirnya meminta kapal dikembalikan kepada enam orang mitra James. Sementara James dan istrinya meminta uang yang mereka keluarkan untuk memperbaiki speedboat dikembalikan.
“Tapi ditolak para mitra,” katanya.