Mataram (NTB Satu) – Pemerintah Kabupaten Bima mengklaim tidak pernah ada usulan terkait perbaikan Jalan Desa Wadu Kopa – Kala, Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima. Pengerjaan jalan yang kini diambil alih pengusaha sukses di Jakarta asal Bima itu, tidak masuk dalam usulan awal ke PUPR.
“Kita mengacu ke usulan awal di PUPR, tidak ada usulan itu untuk dibahas pada tahapan selanjutnya, sehingga tidak muncul dalam RKA (Rencana Kerja Anggaran),” kata Kabag Prokopim Setda Kabupaten Bima, Yan Suryadin menjawab NTBSatu, Rabu 24 Mei 2023.
“Jadi tidak muncul dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) dan RKA,” sambungnya.
Pernyataan itu sekaligus sebagai tanggapan Pemkab Bima terkait respons atas desakan mahasiswa dan Warga Kecamatan Soromandi sebelumnya agar jalan tersebut segera diperbaiki.
Namun demikian, Yan Suryadin tak ingin memperpanjang polemik terkait usulan yang belum diterima Pemda itu.
Pemda juga tidak mempersoalkan ketika proyek diambil alih pengusaha dan swadaya masyarakat, karena dinilai sebagai bagian dari partisipasi masyarakat. Tapi tugas sebagai pemerintah, proyek tersebut akan dilakukan assessment setelah selesai dikerjakan.
Tujuannya untuk menilai kelayakan pemanfaatan, sebab menurut Yan, jalan adalah akses untuk menunjang kelancaran dan keselamatan masyarakat.
Terlepas dari itu, Yan menambahkan, jalan Wadu Kopa – Kala sudah masuk dalam prioritas usulan Bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), meski banyak ruas jalan rusak lainnya yang belum tersentuh anggaran pemerintah.
Ada juga skema lain melalui usulan kepada Kementerian PUPR beberapa waktu lalu ketika Bupati Bima bersama kepala daerah lain bertemu Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono. Bisa juga melalui pintu lain, yakni melalui anggaran yang diusulkan melalui skema Instruksi Presiden (Inpres). Skema ini bahkan sebelumnya muncul dalam pernyataan Kadis PUPR Provinsi NTB, Ridwan Syah terkait alokasi Rp5 Triliun yang diusulkan ke Kementerian PUPR.
Melihat rentetan upaya Pemda itu, Yan ingin menjelaskan bahwa, Bupati Bima tidak menganggap masyarakat Donggo dan Soromandi “anak tiri”, karena peran dan fungsi sebagai pemerintah berusaha adil dengan kecamatan lain.
Ia juga membantah soal ketersinggungan personal Bupati Bima sebagai reaksi atas gerakan mahasiswa sebelumnya yang melakukan blokade jalan hingga segel ruang kerja Ketua DPRD Kabupaten Bima.
“Logikanya, kalau ada masalah personal (bupati), tidak mungkin berbagai pintu kita buka untuk perbaikan jalan di sana. Karena bagaimanapun juga, akses jalan adalah kebutuhan dasar. Bahwa anggaran itu tidak diperuntukkan bagi kelompok tertentu. Semua masuk prioritas, hanya ada tahapannya,” jelas Yan. (HAK)